Mindse t Sukses
dengan Manajem en Qolbu
Butir-butir Tausiah Aa Gym
Dikumpulkan oleh M. Zainal Abidin Mustofa
Manajemen Qolbu
Apa itu MQ? Sebenarnya tidak ada perbedaan antara MQ dengan metode dakwah
Islam lainnya. di dalamnya pun tidak ada yang baru, semuanya merupakan
penjabaran ajaran Islam. Hanya pembahasannya lebih diperdalam, dibeberkan
dengan cara yang aktual, dengan inovasi dan kreativitas dakwah yang lebih sesuai
dengan kebutuhan zaman. Inti pembelajarannya sendiri ada pada qolbu.
Di dalam tubuh ini ada akal, jasad, dan qolbu. Akal membuat orang bisa bertindak
lebih efektif dan efisien dalam melakukan apa yang ia inginkan. Sedangkan tubuh
bertugas melakukan apa yang diperintahkan oleh akal. Sebagai contoh, apabila
akal menginginkan tubuh mampu berkelahi, maka tubuh akan berlatih agar
menjadi kuat. Sayangnya, tidak sedikit orang yang cerdas, orang yang begitu gagah
perkasa, tapi tidak menjadi mulia, bahkan sebagian diantaranya membuat
kehinaan karena berbuat jahat. Mengapa? Sebab ada satu yang membimbing akal
dan tubuh yang belum diefektifkan, itulah qolbu.
Kita ambil contoh lain, sebuah mikrofon bisa menjadi alat provokasi kejahatan,
bisa juga jadi alat dakwah dan menyampaikan ilmu, sebuah mikrofon bisa juga
menjadi alat bantu berbicara sehingga menjadi fasih, itulah fungsi mikrofon.
Artinya, yang menentukan isi dari bahasa yang keluar darinya adalah qolbu.
Dalam hal ini Rasulullah SAW menyebutkan bahwa di dalam tubuh ini ada
segumpal daging yang jika ia baik maka baik pula yang lainnya, sebaliknya yang
apabila ia jelek maka jeleklah semuanya. Dan yang dimaksud daging itu ialah
Qolbu.
1
Jadi, yang terpenting dari manusia ternyata bukan kecerdasannya saja, tapi yang
membimbing cerdasnya otak menjadi benar, yang membimbing kuatnya fisik
menjadi benar. Disitulah fungsi qolbu. Oleh karenanya, menjadi cerdas belum
tentu mulia, kecuali kecerdasannya dipakai untuk berbuat kebenaran. Menjadi
kuat belum tentu mulia, kecuali kekuatannya di jalan yang benar.
Di dalam qolbu ini ada yang disebut potensi, faalhamahaa fujuu rahaa wa
taqwaaha (QS. Asy Syams [91] : 8), "Dan diilhamkan kepadanya yang salah dan
yang taqwa (benar)". Begitulah, qolbu ini punya potensi negatif dan potensi positif.
Allah telah menyiapkan keduanya dengan adil. Dan disinilah pentingnya fungsi
manajemen. Manajemen secara sederhana berarti pengelolaan dan pentadhiran.
Sebuah sistem dengan manajemen yang baik, dengan pengelolaan yang baik,
sekecil apapun potensi yang dimiliki, Insya Allah akan membuahkan hasil yang
optimal.
Negara Singapura, misalnya, tidak punya Sumber Daya Alam (SDA) yang
melimpah, bahkan untuk mencukupi kebutuhan air minumnya saja, Singapura
harus mengimpornya dari Johor, Malaysia. disisi lain ternyata mereka berhasil
mengelola Sumber Daya Manusia (SDM)-nya, sehingga walaupun SDA-nya
minim, tapi SDM-nya mampu diberdayakan secara optimal. Hasilnya, kini
Singapura menjadi jauh lebih makmur daripada Indonesia yang alamnya sangat
kaya raya. Mengapa? Ya, itu tadi, karena bangsa kita lemah dalam manajemennya.
Dapat dipahami pula bahwa kita tidak berakhlak mulia bukan karena tidak punya
potensi, tapi karena manajemen diri kita yang masih buruk. Sungguh kita mampu
mengelola otak kita menjadi cerdas, membaca dengan kecepatan 400 kpm,
memiliki daya ingat yang kuat, yakinlah itu bisa dilakukan. Kita bisa kelola fisik
sehingga mampu melakukan sebuah gerakan bela diri demikian sempurna,
pukulannya demikian akurat, tapi itu tidak cukup kalau hatinya tidak dikelola
dengan baik. Karena semua itu tidak akan memiliki nilai positif jika hatinya tidak
dikelola dengan baik. Begitulah. Hati menentukan nilai; mulia atau hina. Jangan
aneh bila ada orang cerdas, tapi tidak mulia hidupnya. Bukan karena kurang
cerdas, tapi kecerdasannya tidak dibimbing oleh hatinya.
Oleh karena itulah, orang yang pandai mengelola hatinya, ketika tiba-tiba,
misalnya, dihina orang, dia akan kelola penghinaan ini menjadi sesuatu yang
mamfaat, "Ah, dia memang menghina, namun siapa tahu penghinaan ini bagian
dari karunia Allah untuk memberitahu kekurangan saya, selain itu saya pun bisa
melatih kesabaran, bedanya khan dia baru bisa menghina, saya bisa mengatakan
yang baik kepadanya." Begitulah, sikap terhadap hinaan ternyata bergantung
manajemen qolbunya. Saat lain ia diuji sedang sakit, lalu qolbunya kembali ia
kelola dengan seoptimal-optimalnya. "Sakit bagi saya adalah proses evaluasi diri,
proses pengguguran dosa", demikianlah ia pahamkan dihatinya tentang makna
2
sakit. Akibatnya, sakit menjadi tidak menyengsarakan, melainkan penuh hikmah
yang mendalam, karena dia berhasil mengelola hatinya.
Lelah, tersinggung, terhina, kekurangan uang, tertimpa penyakit, dan masih begitu
banyak lagi masalah yang akan membuat orang menjadi goyah, tapi kalau terkelola
hatinya, subhanallaah, ia akan tetap punya nilai produktif. Anehnya, banyak orang
yang sangat sibuk memikirikan kecerdasannya, memikirkan kesehatan fisiknya,
tapi sangat sedikit memikirkan kondisi hatinya. Kalaulah kita harus memilih,
seharusnya kita banyak meluangkan waktu untuk memikirkan tentang qolbu ini.
Karena jika qolbu ini baik, yang lainnya pun menjadi baik, Insya Allah.***
Kunci Hidup Sukses
"Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan
kamu..." (Q. S Ali Imran (3) : 160)
Bagaimana kita memahami pengertian hidup sukses? Dari mana harus memulainya
ketika kita ingin segera diperjuangkan?
Tampaknya tidak terlalu salah bila ada orang yang telah berhasil menempuh
jenjang pendidikan tinggi, bahkan lulusan luar negeri, lalu menganggap dirinya
orang sukses. Mungkin juga seseorang yang gagal dalam menempuh jalur
pendidikan formal belasan tahun lalu, tetapi saat ini berani menepuk dada karena
yakin bahwa dirinya telah mencapai sukses. Mengapa demikian? Karena, ia telah
memilih dunia wirausaha, lalu berusaha keras tanpa mengenal lelah, sehingga
mewujudlah segala buah jerih payahnya itu dalam belasan perusahaan besar yang
menguntungkan.
Seorang ayah dihari tuanya tersenyum puas karena telah berhasil mengayuh
bahtera rumah tangga yang tentram dan bahagia, sementara anak anaknya telah ia
antar ke gerbang cakrawala keberhasilan hidup yang mandiri. Seorang kiai atau
mubaligh juga berusaha mensyukuri kesuksesan hidupnya ketika jutaan umat telah
menjadi jamaahnya yang setia dan telah menjadikannya sebagai panutan,
sementara pesantrennya selalu dipenuh sesaki ribuan santri.
Pendek kata, adalah hak setiap orang untuk menentukan sendiri dari sudut
pandang mana ia melihat kesuksesan hidup. Akan tetapi, dari sudut pandang
manakah seyogyanya seorang muslim dapat menilik dirinya sebagai orang yang
telah meraih hidup sukses dalam urusan dunianya?
Membangun Fondasi
Kalau kita hendak membangun rumah, maka yang perlu terlebih dahulu dibuat
dan diperkokoh adalah fondasinya. Karena, fondasi yang tidak kuat sudah dapat
3
dipastikan akan membuat bangunan cepat ambruk kendati dinding dan atapnya
dibuat sekuat dan sebagus apapun.
Sering terjadi menimpa sebuah perusahaan, misalnya yang asalnya memiliki
kinerja yang baik, sehingga maju pesat, tetapi ternyata ditengah jalan rontok.
Padahal, perusahaan tersebut tinggal satu dua langkah lagi menjelang sukses.
Mengapa bisa demikian? ternyata faktor penyebabnya adalah karena didalamnya
merajalela ketidakjujuran, penipuan, intrik dan aneka kezhaliman lainnya.
Tak jarang pula terjadi sebuah keluarga tampak berhasil membina rumah tangga
dan berkecukupan dalam hal materi. Sang suami sukses meniti karir dikantornya,
sang isteri pandai bergaul ditengah masyarakat, sementara anak-anaknya pun
berhasil menempuh jenjang studi hingga ke perguruan tinggi, bahkan yang sudah
bekerjapun beroleh posisi yang bagus. Namun apa yang terjadi kemudian?
Suatu ketika hancurlah keutuhan rumah tangganya itu karena beberapa faktor
yang mungkin mental mereka tidak sempat dipersiapkan sejak sebelumnya untuk
menghadapinya. Suami menjadi lupa diri karena harta, gelar, pangkat dan
kedudukannya, sehingga tergelincir mengabaikan kesetiaannya kepada keluarga.
Isteripun menjadi lupa akan posisinya sendiri, terjebak dalam prasangka, mudah iri
terhadap sesamanya dan bahkan menjadi pendorong suami dalam berbagai
perilaku licik dan curang. Anak-anakpun tidak lagi menemukan ketenangan
karena sehari-hari menonton keteladanan yang buruk danmenyantap harta yang
tidak berkah.
Lalu apa yang harus kita lakukan untuk merintis sesuatu secara baik? Alangkah
indah dan mengesankan kalau kita meyakini satu hal, bahwa tiada kesuksesan
yang sesungguhnya, kecuali kalau Allah Azza wa Jalla menolong segala urusan
kita. Dengan kata lain apabila kita merindukan dapat meraih tangga kesuksesan,
maka segala aspek yang berkaitan dengan dimensi sukses itu sendiri harus
disandarkan pada satu prinsip, yakni sukses dengan dan karena pertolongan-Nya.
Inilah yang dimaksud dengan fondasi yang tidak bisa tidak harus diperkokoh
sebelum kita membangun dan menegakkan mernara gading kesuksesan.
Sunnatullah dan Inayatullah
Terjadinya sesoang bisa mencapai sukses atau terhindar dari sesuatu yang tidak
diharapkannya, ternyata amat bergantung pada dua hal yakni sunnatullah dan
inayatullah. Sunatullah artinya sunnah-sunnah Allah yang mewujud berupa
hukum alam yang terjadinya menghendaki proses sebab akibat, sehingga
membuka peluang bagi perekayasaan oleh perbuatan manusia. Seorang mahasiswa
ingin menyelesaikan studinya tepat waktu dan dengan predikat memuaskan.
Keinginan itu bisa tercapai apabila ia bertekad untuk bersungguh-sungguh dalam
belajarnya, mempersiapkan fisik dan pikirannya dengan sebaik-baiknya, lalu
meningkatkan kuantitas dan kualitas belajarnya sedemikian rupa, sehingga
4
melebihi kadar dan cara belajar yang dilakukan rekan-rekannya. Dalam konteks
sunnatullah, sangat mungkin ia bisa meraih apa yang dicita-citakannya itu.
Akan tetapi, ada bis yang terjatuh ke jurang dan menewaskan seluruh
penumpangnya, tetapi seorang bayi selamat tanpa sedikitpun terluka. Seorang
anak kecil yang terjatuh dari gedung lantai ketujuh ternyata tidak apa-apa, padahal
secara logika terjatuh dari lantai dua saja ia bisa tewas. Sebaliknya, mahasiswa yang
telah bersungguh-sungguh berikhtiar tadi, bisa saja gagal total hanya karena Allah
menakdirkan ia sakit parah menjelang masa ujian akhir studinya, misalnya. Segala
yang mustahil menurut akal manusia sama sekali tidak ada yang mustahil bila
inayatullah atau pertolongan Allah telah turun.
Demikian pula kalau kita berbisnis hanya mengandalkan ikhtiar akal dan
kemampuan saja, maka sangat mungkin akan beroleh sukses karena toh telah
menetapi prasyarat sunnatullah. Akan tetapi, bukankah rencana manusia tidak
mesti selalu sama dengan rencana Allah. Dan adakah manusia yang mengetahui
persis apa yang menjadi rencana Nya atas manusia? Boleh saja kita berjuang habishabisan
karena dengan begitu orang kafirpun toh beroleh kesuksesan. Akan tetapi,
kalau ternyata Dia menghendaki lain lantas kita mau apa? mau kecewa? kecewa
sama sekali tidak mengubah apapun. Lagipula, kecewa yang timbul dihati tiada
lain karena kita amat menginginkan rencana Allah itu selalu sama dengan rencana
kita. Padahal Dialah penentu segala kejadian karena hanya Dia yang Maha
Mengetahui hikmah dibalik segala kejadian.
Rekayasa Diri
Apa kuncinya? Kuncinya adalah kalau kita menginginkan hidup sukses di dunia,
maka janganlah hanya sibuk merekayasa diri dan keadaan dalam rangka ikhtiar
dhahir semata, tetapi juga rekayasalah diri kita supaya menjadi orang yang layak
ditolong oleh Allah. Ikhtiar dhahir akan menghadapkan kita pada dua pilihan,
yakni tercapainya apa yang kita dambakan - karena faktor sunnatullah tadi -
namun juga tidak mustahil akan berujung pada kegagalan kalau Allah
menghendaki lain.
Lain halnya kalau ikhtiar dhahir itu diseiringkan dengan ikhtiar bathin.
Mengawalinya dengan dasar niat yang benar dan ikhlas semata mata demi ibadah
kepada Allah. Berikhtiar dengan cara yang benar, kesungguhan yang tinggi, ilmu
yang tepat sesuai yang diperlukan, jujur, lurus, tidak suka menganiaya orang lain
dan tidak mudah berputus asa.
Senantiasa menggantungkan harap hanya kepada Nya semata, seraya menepis
sama sekali dari berharap kepada makhluk. Memohon dengan segenap hati kepada
Nya agar bisa sekiranya apa-apa yang tengah diikhtiarkan itu bisa membawa
maslahat bagi dirinya mapun bagi orang lain, kiranya Dia berkenan menolong
memudahkan segala urusan kita. Dan tidak lupa menyerahkan sepenuhnya segala
5
hasil akhir kepada Dia Dzat Maha Penentu segala kejadian.
Bila Allah sudah menolong, maka siapa yang bisa menghalangi pertolongan-Nya?
Walaupun bergabung jin dan manusia untuk menghalangi pertolongan yang
diturunkan Allah atas seorang hamba Nya sekali-kali tidak akan pernah terhalang
karena Dia memang berkewajiban menolong hamba-hambaNya yang beriman.
"Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan
kamu. Jika Allah membiarkan kamu (tidak memberikan pertolongan) maka
siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu?
Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal" (QS Ali
Imran (3) : 160).
Kunci Pengokoh Jiwa
1. SIAP
Senantiasa menyadari bahwa hidup di dunia ini hanya satu kali sehingga aku tidak
boleh gagal dan sia-sia tanpa guna.
Ikhtiar yang disertai niat yang sempurna itulah tugasku, perkara apapun yang
terjadi kuserahkan sepenuhnya kepada Allah Yang Maha Tahu yang terbaik
bagiku.
Aku harus sadar betul bahwa yang terbaik bagiku menurutku belum tentu terbaik
bagiku menurut Allah, bahkan mungkin aku terkecoh oleh keinginan harapanku
sendiri.
Pengetahuanku tentang diriku atau tentang apapun amat terbatas sedangkan
pengetahuan Allah menyelimuti segalanya. Sehingga betapapun aku sangat
menginginkan sesuatu, tetapi hatiku harus kupersiapkan untuk menghadapi
kenyataan yang tak sesuai dengan harapanku. Karena mungkin itulah yang terbaik
bagiku.
2. RELA
Realitas yang terjadi yaa... inilah kenyataan dan episode hidup yang harus kujalani.
Emosional, sakit hati, dongkol, atau apapun yang membuat hatiku menjadi kecewa
dan sengsara harus segera kutinggalkan karena dongkol begini, tidak dongkol juga
tetap begini. Lebih baik aku menikmati apa adanya.
Lubuk hatiku harus realistis menerima kenyataan yang ada, namun tubuh dan
pikiranku harus tetap bekerja keras mengatasi dan menyelesaikan masalah ini.
Apa boleh buat, nasi telah menjadi bubur. Maka yang harus kulakukan adalah
6
mencari ayam, cakweh, kacang polong, kecap, seledri, bawang goreng dan sambal
agar bubur ayam spesial tetap dapat kunikmati.
3. MUDAH
Meyakini bahwa hidup ini bagai siang dan malam yang pasti silih berganti. Tak
mungkin siang terus menerus dan tak mungkin juga malam terus menerus. Pasti
setiap kesenangan ada ujungnya begitupun masalah yang menimpaku pasti ada
akhirnya. Aku harus sangat sabar menghadapinya.
Ujian yang diberikan oleh Allah Yang Maha Adil pasti sudah diukur dengan sangat
cermat sehingga tak mungkin melampaui batas kemampuanku, karena ia tak
pernah menzhalimi hamba-hamba-Nya.
Dengan pikiran buruk aku hanya semakin mempersulit dan menyengsarakan diri.
Tidak, aku tidak boleh menzhalimi diiku sendiri. Pikiranku harus tetap jernih,
terkendali, tenang dan proporsional. Aku tak boleh terjebak mendramatisir
masalah.
Aku harus berani menghadapi persoalan demi persoalan. Tak boleh lari dari
kenyataan, karena lari sama sekali tak menyelesaikan bahkan sebaliknya hanya
menambah permasalahan. Semua harus tegar kuhadapi dengan baik, aku tak boleh
menyerah, aku tak boleh kalah.
Harusnya segala sesuatu itu ada akhirnya. Begitu pun persoalan yang kuhadapi,
seberat apapun seperti yang dijanjikan Allah “Fa innama’al usri yusran, inna ma’al
usri yusran” dan sesungguhnya bersama kesulitan itu pasti ada kemudahan,
bersama kesulitan itu pasti ada kemudahan. Janji yang tak pernah mungkin
dipungkiri oleh Allah. Karena itu aku tak boleh mempersulit diri.
4. NILAI
Nasib baik atau buruk dalam pandanganku mutlak terjadi atas izin Allah dan Allah
tak mungkin berbuat sesuatu yang sia-sia.
Ini pasti ada hikmah. Sepahit apapun pasti ada kebaikan yang terkandung di
dalamnya bila disikapi dengan sabar dan benar.
Lebih baik aku renungkan kenapa Allah menakdirkan semua ini menimpaku. Bisa
jadi sebagai peringatan atas dosa-dosaku, kelalaianku, atau mungkin saat kenaikan
kedudukanku di sisi Allah.
Aku mungkin harus berfikir keras untuk menemukan kesalahan yang harus
kuperbaiki.
Itibar dari setiap kejadian adalah cermin pribadiku. Aku tak boleh gentar dengan
7
kekurangan dan kesalahan yang terjadi. Yang penting kini aku bertekad sekuat
tenaga untuk memperbaikinya. Allah Maha Pengampun dan Maha Penerima
Taubat.
5. AHAD
Aku harus yakin bahwa walaupun bergabung seluruh manusia dan jin untuk
menolongku tak mungkin terjadi apapun tanpa izin-Nya.
Hatiku harus bulat total dan yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa hanya Allahlah
satu-satunya yang dapat menolong memberi jalan keluar terbaik dari setiap
urusan.
Allah Mahakuasa atas segala-galanya karena itu tiada yang mustahil bila Dia
menghendaki. Dialah pemilik dan penguasa segala sesuatu, sehingga tiada yang
sanggup menghalangi jika Dia berkehendak menolong hamba-hamba-Nya. Dialah
yang mengatur segala sebab datangnya pertolongan-Nya.
Dengan demikian maka aku harus benar-benar berjuang, berikhtiar mendekati-
Nya dengan mengamalkan apapun yang disukainya dan melepaskan hati ini dari
ketergantungan selain-Nya, karena selain Dia hanyalah sekedar mahluk yang tak
berdaya tanpa kekuatan dari-Nya.
"Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya akan diberi jalan keluar dari setiap
urusannya dan diberi rizki dari arah yang tak diduga, dan barang siapa yang
bertawakal kepada Allah niscaya akan dicukupi segala kebutuhannya." (QS [65] :
2-3)
Lima (5) S
Suatu saat, adzan Maghrib tiba. Kami bersegera shalat di sebuah mesjid yang
dikenal dengan tempat mangkalnya aktivis Islam yang mempunyai kesungguhan
dalam beribadah. Di sana tampak beberapa pemuda yang berpakaian “khas Islam”
sedang menantikan waktu shalat. Kemudian, adzan berkumandang dan qamat pun
segera diperdengarkan sesudah shalat sunat. Hal yang menarik adalah begitu
sungguh-sungguhnya keinginan imam muda untuk merapikan shaf. Tanda hitam
di dahinya, bekas tanda sujud, membuat kami segan. Namun, tatkala upaya
merapikan shaf dikatakan dengan kata-kata yang agak ketus tanpa senyuman,
“Shaf, shaf, rapikan shafnya!”, suasana shalat tiba-tiba menjadi tegang karena suara
lantang dan keras itu. Karuan saja, pada waktu shalat menjadi sulit khusyu, betapa
pun bacan sang imam begitu bagus karena terbayang teguran yang keras tadi.
8
Seusai shalat, beberapa jemaah shalat tadi tidak kuasa menahan lisan untuk saling
bertukar ketegangan yang akhirnya disimpulkan, mereka enggan untuk shalat di
tempat itu lagi. Pada saat yang lain, sewaktu kami berjalan-jalan di Perth, sebuah
negara bagian di Australia, tibalah kami di sebuah taman. Sungguh mengherankan,
karena hampir setiap hari berjumpa dengan penduduk asli, mereka tersenyum
dengan sangat ramah dan menyapa “Good Morning!” atau sapa dengan tradisinya.
Yang semuanya itu dilakukan dengan wajah cerah dan kesopanan. Kami berupaya
menjawab sebisanya untuk menutupi kekagetan dan kekaguman. Ini negara yang
sering kita sebut negara kaum kafir.
Dua keadaan ini disampaikan tidak untuk meremehkan siapapun tetapi untuk
mengevaluasi kita, ternyata luasnya ilmu, kekuatan ibadah, tingginya kedudukan,
tidak ada artinya jikalau kita kehilangan perilaku standar yang dicontohkan
Rasulullah SAW, sehingga mudah sekali merontokan kewibawaan dakwah itu
sendiri.
Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan dengan berinteraksi dengan sesama ini,
bagaimana kalau kita menyebutnya dengan 5 (lima) S : Senyum, salam, sapa,
sopan, dan santun.
Kita harus meneliti relung hati kita jikalau kita tersenyum dengan wajah jernih
kita rasanya ikut terimbas bahagia. Kata-kata yang disampaikan dengan senyuman
yang tulus, rasanya lebih enak didengar daripada dengan wajah bengis dan ketus.
Senyuman menambah manisnya wajah walaupun berkulit sangat gelap dan tua
keriput. Yang menjadi pertanyaan, apakah kita termasuk orang yang senang
tersenyum untuk orang lain? Mengapa kita berat untuk tersenyum, bahkan
dengan orang yang terdekat sekalipun. Padahal Rasulullah yang mulia tidaklah
berjumpa dengan orang lain kecuali dalam keadaan wajah yang jernih dan senyum
yang tulus. Mengapa kita begitu enggan tersenyum? Kepada orang tua, guru, dan
orang-orang yang berada di sekitar kita?
S yang kedua adalah salam. Ketika orang mengucapkan salam kepada kita dengan
keikhlasan, rasanya suasana menjadi cair, tiba-tiba kita merasa bersaudara. Kita
dengan terburu-buru ingin menjawabnya, di situ ada nuansa tersendiri.
Pertanyaannya, mengapa kita begitu enggan untuk lebih dulu mengucapkan
salam? Padahal tidak ada resiko apapun. Kita tahu di zaman Rasulullah ada seorang
sahabat yang pergi ke pasar, khusus untuk menebarkan salam. Negara kita
mayoritas umat Islam, tetapi mengapa kita untuk mendahului mengucapkan salam
begitu enggan? Adakah yang salah dalam diri kita?
S ketiga adalah sapa. Mari kita teliti diri kita kalau kita disapa dengan ramah oleh
orang lain rasanya suasana jadi akrab dan hangat. Tetapi kalau kita lihat di mesjid,
meski duduk seorang jamaah di sebelah kita, toh nyaris kita jarang menyapanya,
9
padahal sama-sama muslim, sama-sama shalat, satu shaf, bahkan berdampingan.
Mengapa kita enggan menyapa? Mengapa harus ketus dan keras? Tidakkah kita
bisa menyapa getaran kemuliaan yang hadir bersamaan dengan sapaan kita?
S keempat, sopan. Kita selalu terpana dengan orang yang sopan ketika duduk,
ketika lewat di depan orang tua. Kita pun menghormatinya. Pertanyaannya,
apakah kita termasuk orang yang sopan ketika duduk, berbicara, dan berinteraksi
dengan orang-orang yang lebih tua? Sering kita tidak mengukur tingkat kesopanan
kita, bahkan kita sering mengorbankannya hanya karena pegal kaki, dengan
bersolonjor misalnya. Lalu, kita relakan orang yang di depan kita teremehkan.
Patut kiranya kita bertanya pada diri kita, apakah kita orang yang memiliki etika
kesopanan atau tidak.
S kelima, santun. Kita pun berdecak kagum melihat orang yang mendahulukan
kepentingan orang lain di angkutan umum, di jalanan, atau sedang dalam antrean,
demi kebaikan orang lain. Memang orang mengalah memberikan haknya untuk
kepentingan orang lain, untuk kebaikan. Ini adalah sebuah pesan tersendiri.
Pertanyaannya adalah, sampai sejauh mana kesantunan yang kita miliki? Sejauh
mana hak kita telah dinikmati oleh orang lain dan untuk itu kita turut berbahagia?
Sejauh mana kelapangdadaan diri kita, sifat pemaaf ataupun kesungguhan kita
untuk membalas kebaikan orang yang kurang baik?
Saudara-saudaraku, Islam sudah banyak disampaikan oleh aneka teori dan dalil.
Begitu agung dan indah. Yang dibutuhkan sekarang adalah, mana pribadi-pribadi
yang indah dan agung itu? Yuk, kita jadikan diri kita sebagai bukti keindahan
Islam, walau secara sederhana. Amboi, alangkah indahnya wajah yang jernih,
ceria, senyum yang tulus dan ikhlas, membahagiakan siapapun. Betapa nyamannya
suasana saat salam hangat ditebar, saling mendo’akan, menyapa dengan ramah,
lembut, dan penuh perhatian. Alangkah agungnya pribadi kita, jika penampilan
kita selalu sopan dengan siapapun dan dalam kondisi bagaimana pun. Betapa
nikmatnya dipandang, jika pribadi kita santun, mau mendahulukan orang lain, rela
mengalah dan memberikan haknya, lapang dada,, pemaaf yang tulus, dan ingin
membalas keburukan dengan kebaikan serta kemuliaan.
Saudaraku, Insya Allah. Andai diri kita sudah berjuang untuk berperilaku lima S
ini, semoga kita termasuk dalam golongan mujahidin dan mujahidah yang akan
mengobarkan kemuliaan Islam sebagaimana dicita-citakan Rasulullah SAW,
Innama buitsu liutammima makarimal akhlak, “
Sesungguhnya aku diutus ke bumi ini untuk menyempurnakan kemuliaan
akhlak.***
10
Bersandar Hanya Kepada Allah
Tiada keberuntungan yang sangat besar dalam hidup ini, kecuali orang yang tidak
memiliki sandaran, selain bersandar kepada Allah. Dengan meyakini bahwa
memang Allah-lah yang menguasai segala-galanya; mutlak, tidak ada satu celah
pun yang luput dari kekuasaan Allah, tidak ada satu noktah sekecil apapun yang
luput dari genggaman Allah. Total, sempurna, segala-galanya Allah yang
membuat, Allah yang mengurus, Allah yang menguasai.
Adapun kita, manusia, diberi kebebasan untuk memilih, "Faalhamaha fujuraha
wataqwaaha", "Dan sudah diilhamkan di hati manusia untuk memilih mana
kebaikan dan mana keburukan". Potensi baik dan potensi buruk telah diberikan,
kita tinggal memilih mana yang akan kita kembangkan dalam hidup ini. Oleh
karena itu, jangan salahkan siapapun andaikata kita termasuk berkelakuan buruk
dan terpuruk, kecuali dirinyalah yang memilih menjadi buruk, naudzubillah.
Sedangkan keberuntungan bagi orang-orang yang bersandarnya kepada Allah
mengakibatkan dunia ini, atau siapapun, terlampau kecil untuk menjadi sandaran
baginya. Sebab, seseorang yang bersandar pada sebuah tiang akan sangat takut
tiangnya diambil, karena dia akan terguling, akan terjatuh. Bersandar kepada
sebuah kursi, takut kursinya diambil. Begitulah orang-orang yang panik dalam
kehidupan ini karena dia bersandar kepada kedudukannya, bersandar kepada
hartanya, bersandar kepada penghasilannya, bersandar kepada kekuatan fisiknya,
bersandar kepada depositonya, atau sandaran-sandaran yang lainnya.
Padahal, semua yang kita sandari sangat mudah bagi Allah (mengatakan ‘sangat
mudah’ juga ini terlalu kurang etis), atau akan ‘sangat mudah sekali’ bagi Allah
mengambil apa saja yang kita sandari. Namun, andaikata kita hanya bersandar
kepada Allah yang menguasai setiap kejadian, "laa khaufun alaihim walahum
yahjanun’, kita tidak pernah akan panik, Insya Allah.
Jabatan diambil, tak masalah, karena jaminan dari Allah tidak tergantung jabatan,
kedudukan di kantor, di kampus, tapi kedudukan itu malah memperbudak diri
kita, bahkan tidak jarang menjerumuskan dan menghinakan kita. kita lihat banyak
orang terpuruk hina karena jabatannya. Maka, kalau kita bergantung pada
kedudukan atau jabatan, kita akan takut kehilangannya. Akibatnya, kita akan
berusaha mati-matian untuk mengamankannya dan terkadang sikap kita jadi jauh
dari kearifan.
Tapi bagi orang yang bersandar kepada Allah dengan ikhlas, ‘ya silahkan ... Buat
apa bagi saya jabatan, kalau jabatan itu tidak mendekatkan kepada Allah, tidak
membuat saya terhormat dalam pandangan Allah?’ tidak apa-apa jabatan kita kecil
11
dalam pandangan manusia, tapi besar dalam pandangan Allah karena kita dapat
mempertanggungjawabkannya. Tidak apa-apa kita tidak mendapatkan pujian,
penghormatan dari makhluk, tapi mendapat penghormatan yang besar dari Allah
SWT. Percayalah walaupun kita punya gaji 10 juta, tidak sulit bagi Allah sehingga
kita punya kebutuhan 12 juta. Kita punya gaji 15 juta, tapi oleh Allah diberi
penyakit seharga 16 juta, sudah tekor itu.
Oleh karena itu, jangan bersandar kepada gaji atau pula bersandar kepada
tabungan. Punya tabungan uang, mudah bagi Allah untuk mengambilnya. Cukup
saja dibuat urusan sehingga kita harus mengganti dan lebih besar dari tabungan
kita. Demi Allah, tidak ada yang harus kita gantungi selain hanya Allah saja.
Punya bapak seorang pejabat, punya kekuasaan, mudah bagi Allah untuk
memberikan penyakit yang membuat bapak kita tidak bisa melakukan apapun,
sehingga jabatannya harus segera digantikan.
Punya suami gagah perkasa. Begitu kokohnya, lalu kita merasa aman dengan
bersandar kepadanya, apa sulitnya bagi Allah membuat sang suami muntaber, akan
sangat sulit berkelahi atau beladiri dalam keadaan muntaber. Atau Allah
mengirimkan nyamuk Aides Aigepty betina, lalu menggigitnya sehingga terjangkit
demam berdarah, maka lemahlah dirinya. Jangankan untuk membela orang lain,
membela dirinya sendiri juga sudah sulit, walaupun ia seorang jago beladiri karate.
Otak cerdas, tidak layak membuat kita bergantung pada otak kita. Cukup dengan
kepleset menginjak kulit pisang kemudian terjatuh dengan kepala bagian belakang
membentur tembok, bisa geger otak, koma, bahkan mati.
Semakin kita bergantung pada sesuatu, semakin diperbudak. Oleh karena itu, para
istri jangan terlalu bergantung pada suami. Karena suami bukanlah pemberi rizki,
suami hanya salah satu jalan rizki dari Allah, suami setiap saat bisa tidak berdaya.
Suami pergi ke kanotr, maka hendaknya istri menitipkannya kepada Allah.
"Wahai Allah, Engkaulah penguasa suami saya. Titip matanya agar terkendali, titip
hartanya andai ada jatah rizki yang halal berkah bagi kami, tuntun supaya ia bisa
ikhtiar di jalan-Mu, hingga berjumpa dengan keadaan jatah rizkinya yang barokah,
tapi kalau tidak ada jatah rizkinya, tolong diadakan ya Allah, karena Engkaulah
yang Maha Pembuka dan Penutup rizki, jadikan pekerjaannya menjadi amal
shaleh."
Insya Allah suami pergei bekerja di back up oleh do’a sang istri, subhanallah.
Sebuah keluarga yang sungguh-sungguh menyandarkan dirinya hanya kepada
Allah. "Wamayatawakkalalallah fahuwa hasbu", (QS. At Thalaq [65] : 3). Yang
hatinya bulat tanpa ada celah, tanpa ada retak, tanpa ada lubang sedikit pun ;
Bulat, total, penuh, hatinya hanya kepada Allah, maka bakal dicukupi segala
kebutuhannya. Allah Maha Pencemburu pada hambanya yang bergantung kepada
12
makhluk, apalagi bergantung pada benda-benda mati. Mana mungkin? Sedangkan
setiap makhluk ada dalam kekuasaan Allah. "Innallaaha ala kulli sai in kadir".
Oleh karena itu, harus bagi kita untuk terus menerus meminimalkan
penggantungan. Karena makin banyak bergantung, siap-siap saja makin banyak
kecewa. Sebab yang kita gantungi, "Lahaula wala quwata illa billaah" (tiada daya
dan kekuatan yang dimilikinya kecuali atas kehendak Allah). Maka, sudah
seharusnya hanya kepada Allah sajalah kita menggantungkan, kita menyandarkan
segala sesuatu, dan sekali-kali tidak kepada yang lain, Insya Allah.
Bila Hati Bercahaya
Adakah diantara kita yang merasa mencapai sukses hidup karena telah berhasil
meraih segalanya : harta, gelar, pangkat, jabatan, dan kedudukan yang telah
menggenggam seluruh isi dunia ini? Marilah kita kaji ulang, seberapa besar
sebenarnya nilai dari apa-apa yang telah kita raih selama ini.
Di sebuah harian pernah diberitakan tentang penemuan baru berupa teropong
yang diberi nama telescope Hubble. Dengan teropong ini berhasil ditemukan
sebanyak lima milyar gugusan galaksi. Padahal yang telah kita ketahui selama ini
adalah suatu gugusan bernama galaksi bimasakti, yang di dalamnya terdapat
planet-planet yang membuat takjub siapa pun yang mencoba bersungguh-sungguh
mempelajarinya. Matahari saja merupakan salah satu planet yang sangat kecil,
yang berada dalam gugusan galaksi di dalam tata surya kita. Nah, apalagi planet
bumi ini sendiri yang besarnya hanya satu noktah. Sungguh tidak ada apa-apanya
dibandingkan dengan lima milyar gugusan galaksi tersebut. Sungguh alangkah
dahsyatnya.
Sayangnya, seringkali orang yang merasa telah berhasil meraih segala apapun yang
dirindukannya di bumi ini – dan dengan demikian merasa telah sukses – suka
tergelincir hanya mempergauli dunianya saja. Akibatnya, keberadaannya
membuat ia bangga dan pongah, tetapi ketiadaannya serta merta membuat lahir
batinnya sengsara dan tersiksa. Manakala berhasil mencapai apa yang
diinginkannya, ia merasa semua itu hasil usaha dan kerja kerasnya semata,
sedangkan ketika gagal mendapatkannya, ia pun serta merta merasa diri sial.
Bahkan tidak jarang kesialannya itu ditimpakan atau dicarikan kambing hitamnya
pada orang lain.
Orang semacam ini tentu telah lupa bahwa apapun yang diinginkannya dan
diusahakan oleh manusia sangat tergantung pada izin Allah Azza wa Jalla. Matimatian
ia berjuang mengejar apa-apa yang dinginkannya, pasti tidak akan dapat
13
dicapai tanpa izin-Nya. Laa haula walaa quwwata illaabillaah! Begitulah kalau
orang hanya bergaul, dengan dunia yang ternyata tidak ada apa-apanya ini.
Padahal, seharusnya kita bergaul hanya dengan Allah Azza wa Jalla, Zat yang
Maha Menguasai jagat raya, sehingga hati kita tidak akan pernah galau oleh dunia
yang kecil mungil ini. Laa khaufun alaihim walaa hum yahjanuun! Samasekali
tidak ada kecemasan dalam menghadapi urusan apapun di dunia ini. Semua ini
tidak lain karena hatinya selalu sibuk dengan Dia, Zat Pemilik Alam Semesta yang
begitu hebat dan dahsyat.
Sikap inilah sesungguhnya yang harus senantiasa kita latih dalam mempergauli
kehidupan di dunia ini. Tubuh lekat dengan dunia, tetapi jangan biarkan hati turut
lekat dengannya. Ada dan tiadanya segala perkara dunia ini di sisi kita jangan
sekali-kali membuat hati goyah karena toh sama pahalanya di sisi Allah. Sekali
hati ini lekat dengan dunia, maka adanya akan membuat bangga, sedangkan
tiadanya akan membuat kita terluka. Ini berarti kita akan sengsara karenanya,
karena ada dan tiada itu akan terus menerus terjadi.
Betapa tidak! Tabiat dunia itu senantisa dipergilirkan. Datang, tertahan, diambil.
Mudah, susah. Sehat, sakit. Dipuji, dicaci. Dihormati, direndahkan. Semuanya
terjadi silih berganti. Nah, kalau hati kita hanya akrab dengan kejadian-kejadian
seperti itu tanpa krab dengan Zat pemilik kejadiannya, maka letihlah hidup kita.
Lain halnya kalau hati kita selalu bersama Allah. Perubahan apa saja dalam episode
kehidupan dunia tidak akan ada satu pun yang merugikan kita. Artinya, memang
kita harus terus menerus meningkatkan mutu pengenalan kita kepada Allah Azza
wa Jalla.
Di antara yang penting yang kita perhatikan sekiranya ingin dicintai Allah adalah
bahwa kita harus zuhud terhadap dunia ini. Rasulullah SAW pernah bersabda,
"Barangsiapa yang zuhud terhadap dunia, niscaya Allah mencintainya, dan
barangsiapa yang zuhud terhadap apa yang ada di tangan manusia, niscaya
manusia mencintainya."
Zuhud terhadap dunia bukan berarti tidak mempunyai hal-hal yang bersifat
duniawi, melainkan kita lebih yakin dengan apa yang ada di sisi Allah daripada
apa yang ada di tangan kita. Bagi orang-orang yang zuhud terhadap dunia,
sebanyak apapun yang dimiliki sama sekali tidak akan membuat hati merasa
tentram karena ketentraman itu hanyalah apa-apa yang ada di sisi Allah.
Rasulullah SAW bersabda, "Melakukan zuhud dalam kehidupan di dunia bukanlah
dengan mengharamkan yang halal dan bukan pula memboroskan kekayaan.
Zuhud terhadap kehidupan dunia itu ialah tidak menganggap apa yang ada pada
dirimu lebih pasti daripada apa yang ada pada Allah." (HR. Ahmad, Mauqufan)
14
Andaikata kita merasa lebih tentram dengan sejumlah tabungan di bank, maka
berarti kita belum zuhud. Seberapa besar pun uang tabungan kita, seharusnya kita
lebih merasa tentram dengan jaminan Allah. Ini dikarenakan apapun yang kita
miliki belum tentu menjadi rizki kita kalau tidak ada izin Allah.
Sekiranya kita memiliki orang tua atau sahabat yang memiliki kedudukan tertentu,
hendaknya kita tidak sampai merasa tentram dengan jaminan mereka atau siapa
pun. Karena, semua itu tidak akan datang kepada kita, kecuali dengan izin Allah.
Orang yang zuhud terhadap dunia melihat apapun yang dimilikinya tidak menjadi
jaminan. Ia lebih suka dengan jaminan Allah karena walaupun tidak tampak dan
tidak tertulis, tetapi Dia Mahatahu akan segala kebutuhan kita.jangan ukur
kemuliaan seseorang dengan adanya dunia di genggamannya. Sebaliknya jangan
pula meremehkan seseorang karena ia tidak memiliki apa-apa. Kalau kita tidak
menghormati seseorang karena ia tidak memiliki apa-apa. Kalau kita menghormati
seseorang karena kedudukan dan kekayaannya, kalau meremehkan seseorang
karena ia papa dan jelata, maka ini berarti kita sudah mulai cinta dunia. Akibatnya
akan susah hati ini bercahaya disisi Allah.
Mengapa demikian? Karena, hati kita akan dihinggapi sifat sombong dan takabur
dengan selalu mudah membeda-bedakan teman atau seseorang yang datang kepada
kita. Padahal siapa tahu Allah mendatangkan seseorang yang sederhana itu sebagai
isyarat bahwa Dia akan menurunkan pertolongan-Nya kepada kita.
Hendaknya dari sekarang mulai diubah sistem kalkulasi kita atas keuntungankeuntungan.
Ketika hendak membeli suatu barang dan kita tahu harga barang
tersebut di supermarket lebih murah ketimbang membelinya pada seorang ibu tua
yang berjualan dengan bakul sederhananya, sehingga kita mersa perlu untuk
menawarnya dengan harga serendah mungkin, maka mulailah merasa beruntung
jikalau kita menguntungkan ibu tua berimbang kita mendapatkan untung darinya.
Artinya, pilihan membeli tentu akan lebih baik jatuh padanya dan dengan harga
yang ditawarkannya daripada membelinya ke supermarket. Walhasil, keuntungan
bagi kita justru ketika kita bisa memberikan sesuatu kepada orang lain.
Lain halnya dengan keuntungan diuniawi. Keuntungan semacam ini baru terasa
ketika mendapatkan sesuatu dari orang lain. Sedangkan arti keuntungan bagi kita
adalah ketika bisa memberi lebih daripada yang diberikan oleh orang lain. Jelas,
akan sangat lain nilai kepuasan batinnya juga.
Bagi orang-orang yang cinta dunia, tampak sekali bahwa keuntungan bagi dirinya
adalah ketika ia dihormati, disegani, dipuji, dan dimuliakan. Akan tetapi, bagi
orang-orang yang sangat merindukan kedudukan di sisi Allah, justru kelezatan
menikmati keuntungan itu ketika berhasil dengan ikhlas menghargai,
15
memuliakan, dan menolong orang lain. Cukup ini saja! Perkara berterima kasih
atau tidak, itu samasekali bukan urusan kita. Dapatnya kita menghargai,
memuliakan, dan menolong orang lain pun sudah merupakan keberuntungan yang
sangat luar biasa.
Sungguh sangat lain bagi ahli dunia, yang segalanya serba kalkulasi, balas
membalas, serta ada imbalan atau tidak ada imbalan. Karenanya, tidak usah heran
kalau para ahli dunia itu akan banyak letih karena hari-harinya selalu penuh
dengan tuntutan dan penghargaan, pujian, dan lain sebagainya, dari orang lain.
Terkadang untuk mendapatkan semua itu ia merekayasa perkataan, penampilan,
dan banyak hal demi untuk meraih penghargaan.
Bagi ahli zuhud tidaklah demikian. Yang penting kita buat tatanan kehidupan ini
seproporsional mungkin, dengan menghargai, memuliakan, dan membantu orang
lain tanpa mengharapkan imbalan apapun. Inilah keuntungan-keuntungan bagi
ahli-ahli zuhud. Lebih merasa aman dan menyukai apa-apa yang terbaik di sisi
Allah daripada apa yang didapatkan dari selain Dia.
Walhasil, siapapun yang merindukan hatinya bercahaya karena senantiasa
dicahayai oleh nuur dari sisi Allah, hendaknya ia berjuang sekuat-kuatnya untuk
mengubah diri, mengubah sikap hidup, menjadi orang yang tidak cinta dunia,
sehingga jadilah ia ahli zuhud.
"Adakalanya nuur Illahi itu turun kepadamu," tulis Syaikh Ibnu Atho’illah dalam
kitabnya, Al Hikam, "tetapi ternyata hatimu penuh dengan keduniaan, sehingga
kembalilah nuur itu ke tempatnya semula. Oleh sebab itu, kosongkanlah hatimu
dari segala sesuatu selain Allah, niscaya Allah akan memenuhinya dengan ma’rifat
dan rahasia-rahasia."
Subhanallaah, sungguh akan merasakan hakikat kelezatan hidup di dunia ini, yang
sangat luar biasa, siapapun yang hatinya telah dipenuhi dengan cahaya dari sisi
Allah Azza wa Jalla. "Cahaya di atas cahaya. Allah membimbing (seorang hamba)
kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki ..." (QS. An Nuur [24] : 35).
Buah Kebeningan Hati
Saudara-saudaraku, sungguh beruntung bagi siapapun yang mampu menata
qolbunya menjadi bening, jernih, bersih, dan selamat. Sungguh berbahagia dan
16
mengesankan bagi siapapun sekiranya memiliki qolbu yang tertata, terpelihara,
dan terawat dengan sebaik-baiknya. Karena selain senantiasa merasakan
kelapangan, ketenangan, ketenteraman, kesejukan, dan indahnya hidup di dunia
ini, pancaran kebeningan hati pun akan tersemburat pula dari indahnya setiap
aktivitas yang dilakukan.
Betapa tidak, orang yang hatinya tertata dengan baik, wajahnya akan jauh lebih
jernih. Bagai embun menggelayut di ujung dedaunan di pagi hari yang cerah lalu
terpancari sejuknya sinar mentari pagi; jernih, bersinar, sejuk, dan menyegarkan.
Tidak berlebihan jika setiap orang akan merasa nikmat menatap pemilik wajah
yang cerah, ceria, penuh sungging senyuman tulus seperti ini.
Begitu pula ketika berkata, kata-katanya akan bersih dari melukai, jauh dari katakata
yang menyombongkan diri, terlebih lagi ia terpelihara dari kata-kata riya,
subhanallah. Setiap butir kata yang keluar dari lisannya yang telah tertata dengan
baik ini, akan terasa sarat dengan hikmah, sarat dengan makna, dan sarat akan
mamfaat. Tutur katanya bernas dan berharga. Inilah buah dari gelegak keinginan
di lubuk hatinya yang paling dalam untuk senantiasa membahagiakan orang lain.
Kesehatan tubuh pun terpancari pula oleh kebeningan hati, buah dari
kemampuannya menata qolbu. Detak jantung menjadi terpelihara, tekanan darah
terjaga, ketegangan berkurang,dan kondisi diri yang senantiasa diliputi kedamaian.
Tak berlebihan jika tubuh pun menjadi lebih sehat, lebih segar, dan lebih fit.
Tentu saja tubuh yang sehat dan segar seperti ini akan jauh lebih memungkinkan
untuk berbuat banyak kepada umat.
Orang yang bening hati, akal pikirannya pun akan jauh lebih jernih. Baginya tidak
ada waktu untuk berpikir jelek sedetik pun jua. Apalagi berpikir untuk
menzhalimi orang lain, sama sekali tidak terlintas dibenaknya. Waktu baginya
sangat berharga. Mana mungkin sesuatu yang berharga digunakan untuk hal-hal
yang tidak berharga? Sungguh suatu kebodohan yang tidak terkira. Karenanya
dalam menjalani setiap detik yang dilaluinya ia pusatkan segala kemampuannya
untuk menyelesaikan setiap tugas hidupnya. Tak berlebihan jika orang yang
berbening hati seperti ini akan lebih mudah memahami setiap permasalahan, lebih
mudah menyerap aneka ilmu pengetahuan, dan lebih cerdas dalam melakukan
beragam kreativitas pemikiran. Subhanallah, bening hati ternyata telah
membuahkan aneka solusi optimal dari kemampuan akal pikirannya.
Walhasil, orang yang telah tertata hatinya adalah orang yang telah berhasil
merintis tapak demi tapak jalan ke arah kebaikan tidak mengherankan ketika ia
menjalin hubungan dengan sesama manusia pun menjadi sesuatu yang teramat
mengesankan. Hatinya yang bersih membuat terpancar darinya akhlak yang indah
mempesona, rendah hati, dan penuh dengan kesantunan. Siapapun yang berjumpa
akan merasa kesan yang mendalam, siapapun yang bertemu akan memperoleh
17
aneka mamfaat kebaikan, bahkan ketika berpisah sekalipun, orang seperti ini
menjadi buah kenangan yang tak mudah dilupakan.
Dan, Subhanallah, lebih dari semua itu, kebeningan hatipun ternyata dapat
membuat hubungan dengan Allah menjadi luar biasa mamfaatnya. Dengan
berbekal keyakinan yang mendalam, mengingat dan menyebut-Nya setiap saat,
meyakini dan mengamalkan ayat-ayat-Nya, membuat hatinya menjadi tenang dan
tenteram. Konsekuensinya, dia pun menjadi lebih akrab dengan Allah, ibadahnya
lebih terasa nikmat dan lezat. Begitu pula do’a-do’anya menjadi luar biasa
mustajabnya. Mustajabnya do’a tentu akan menjadi solusi bagi persoalan-persoalan
hidup yang dihadapinya. Dan yang paling luar biasa adalah karunia perjumpaan
dengan Allah Azza wa Jalla di akhirat kelak, Allahu Akbar.
Pendek kata orang yang bersih hati itu, luar biasa nikmatnya, luar biasa
bahagianya, dan luar biasa mulianya. Tidak hanya di dunia ini, tapi juga di akhirat
kelak. Tidak rindukah kita memiliki hati yang bersih?
Silahkan bandingkan dengan orang yang berperilaku sebaliknya; berhati busuk,
semrawut, dan kusut masai. Wajahnya bermuram durja, kusam, dan senantiasa
tampak resah dan gelisah. Kata-katanya bengis, kasar, dan ketus. Hatinya pun
senantiasa dikotori buruk sangka, dendam kesumat, licik, tak mau kompromi,
mudah tersinggung, tidak senang melihat orang lain bahagia, kikir, dan lain-lain
penyakit hati yang terus menerus menumpuk, hingga sulit untuk dihilangkan. Tak
berlebihan bila perilakunya pun menjadi hina dan nista, jauh dari perilaku
terhormat, lebih dari itu, badannya pun menjadi mudah terserang penyakit.
Penyakit buah dari kebusukan hati, buah dari ketegangan jiwa, dan buah dari
letihnya pikiran diterpa aneka rona masalah kehidupan. Selain itu, akal pikirannya
pun menjadi sempit dan bahkan lebih banyak berpikir tentang kezhaliman.
Oleh karenanya, bagi orang yang busuk hati sama sekali tidak ada waktu untuk
bertambah ilmu. Segenap waktunya habis hanya digunakan untuk memuntahkan
ketidaksukaannya kepada orang lain. Tidak mengherankan bila hubungan dengan
Allah SWT pun menjadi hancur berantakan, ibadah tidak lagi menjadi nikmat dan
bahkan menjadi rusak dan kering. Lebih rugi lagi, ia menjadi jauh dari rahmat
Allah. Akibatnya pun jelas, do’a menjadi tidak ijabah (terkabul), dan aneka
masalah pun segera datang menghampiri, naudzubillaah (kita berlindung kepada
Allah).
Ternyata hanya kerugian dan kerugian saja yang didapati orang berhati busuk.
Betapa malangnya. Pantaslah Allah SWT dalam hal ini telah mengingatkan kita
dalam sebuah Firman-Nya : "Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan
jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya." (Q.S. Asy-Syam
[91] : 9 – 10).
18
Ingatlah saudaraku, hidup hanya satu kali dan siapa tahu tidak lama lagi kita akan
mati. Marilah kita bersama-sama bergabung dalam barisan orang-orang yang terus
memperbaiki diri, dan mudah-mudahan kita menjadi contoh awal bagaimana
menjadikan hidup indah dan prestatif dengan bening hati, Insya Allah.
Budaya Bersahaja
Kecenderungan manusia berperilaku boros terhadap harta memang sudah ada di
dalam dirinya. Ditambah lagi perilaku boros adalah salah satu tipu daya setan
terkutuk yang membuat harta yang kita miliki tidak efektif mengangkat derajat
kita. Harta yang dimiliki justru efektif menjerumuskan, membelenggu, dan
menjebak kita dalam kubangan tipu daya harta karena kita salah dalam
menyikapinya.
Hal ini dapat kita perhatikan dalam hidup keseharian kita. Orang yang punya
harta, kecenderungan untuk menjadi pecinta harta cenderung lebih besar. Makin
bagus, makin mahal, makin senang, maka makin cintalah ia kepada harta yang
dimilikinya. Lebih dari itu, maka ingin pulalah ia untuk memamerkannya.
Terkadang apa saja ingin dipamer-pamerkan. Ada yang pamer kendaraan, pamer
rumah, pamer mebel, pamer pakaian, dan lain-lain. Sifat ini muncul karena salah
satunya kita ini ingin tampil lebih wah, lebih bermerek, atau lebih keren dari
orang lain. Padahal, makin bermerek barang yang dimiliki justru akan menyiksa
diri.
Suatu pengalaman ketika seseorang memberi sebuah ballpoint. Dari tampangnya
ballpoint ini saya pikir sangat bagus, mengkilat, dan ketika dipakai untuk menulis
pun enak. Tapi tiba-tiba ballpoint ini menjadi barang yang menyengsarakan ketika
ada yang memberi tahu bahwa ballpoint yang mereknya "MP" itu adalah sebuah
merek terkenal untuk ukuran sebuah benda bernama ballpoint. Mulanya tidak
mengerti sama sekali. Tadinya saya kira harganya paling cuma ribuan rupiah saja.
Nah, gara-gara tahu itu ballpoint mahal, sikap pun jadi berubah. Tiba-tiba jadi
takut hilang, ketika dibawa takut jatuh, ketika dipinjam takut cepat habis tintanya
karena tintanya pun mahal, mau disimpan takut jadi mubazir, mau dikasihkan ke
orang lain sayang, ditambah lagi saat dipakai pun malu, mungkin nanti ada yang
komentar "Wah, Aa ballpoint-nya ballpoint mahal!". Begitulah, nasib punya
barang bermerek, tersiksa!
Sebaliknya, kalau kita terbiasa dengan barang yang biasa-biasa, dapat dipastikan
hidup pun akan lebih ringan. Karenanya, hati-hatilah saudaraku. Apalagi dalam
kondisi ekonomi bangsa kita yang sedang terpuruk seperti saat ini. Kita harus
benar-benar mengendalikan penuh keinginan-keinginan kita jikalau ingin
19
membeli suatu barang. Ingat, yang paling penting adalah bertanya pada diri apa
yang paling bermamfaat dari barang yang kita beli tersebut. Buat pula skala
prioritas, misalnya, haruskah membeli sepatu seharga 1 juta rupiah padahal
keperluan kita hanya sebentuk sepatu olahraga. Apalagi dihadapan tersedia aneka
pilihan harga, mulai dari yang 700 ribu, 400 ribu, 200 ribu, sampai yang 50 ribu
rupiah. Mereknya pun beragam, tinggal dipilih mana kira-kira yang paling sesuai.
Nah, kalau kita ada dalam posisi seperti ini, maka carilah sepatu yang paling tidak
membuat kita sombong ketika memakainya, yang paling tidak menyikasa diri
dalam merawatnya, dan yang paling bisa bermamfaat sesuai tujuan utama dari
pembelian sepatu tersebut. Hati-hatilah, sebab yang biasa kita beli adalah
mereknya, bukan awetnya, karena kalau terlalu awet pun akan bosan pula
memakainya. Jangan pula tergesa-gesa, dan ketahuilah bahwa pemboros-pemboros
itu adalah saudaranya setan.
Dalam hal ini Allah SWT berfirman, "Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga
yang dekat akan haknya, kepada orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan,
dan janganlah kamu menghamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu saudaranya setan dan setan itu sangat ingkar kepada
Tuhan-Nya" (QS. Al Israa [17] : 26-27). Dalam ayat lain Allah SWT berfirman,
"Dan orang-orang yang apabila membelanjakan harta mereka tidak berlebihlebihan
dan tidak pula mereka kikir. Dan adalah pembelanjaan itu ditengahtengah
yang demikian itu". (QS. Al Furqan [25] : 67)
Jelaslah kiranya bahwa sikap boros lebih dekat kepada perilaku setan,
naudzubillaah. Karenanya, budaya bersahajalah salah satu budaya yang harus kita
tanamkan kuat-kuat dalam diri. Memilih hidup dengan budaya bersahaja bukan
berarti tidak boleh membeli barang-barang yang bagus, mahal, dan bermerek.
Silahkan saja! Tapi ternyata kalau kita berlaku boros, sama sekali tidak akan
menjadi amal kebaikan bagi kita. Saya kira hikmah dari krisis ekonomi yang
menimpa bangsa kita, salah satunya kita harus benar-benar mengendalikan
keinginan kita. Tidak setiap keinginan harus dipenuhi. Karena jikalau kita ingin
membeli sesuatu karena ingin dan senang, ketahuilah bahwa keinginan itu cepat
berubah. Kalau kita membeli sesuatu karena suka, maka ketika melihat yang lebih
bagus, akan hilanglah selera kita pada barang yang awalnya lebih bagus tadi.
Belilah sesuatu hanya karena perlu dan mampu saja. Sekali lagi, hanya karena
perlu! Perlukah saya beli barang ini? Matikah saya kalau tidak ada barang ini?
Kalau tidak ada barang ini saya hancur tidak? Itulah yang harus selalu kita
tanyakan ketika akan membeli suatu barang. Kalau saja kita masih bisa bertahan
dengan barang lain yang lebih bersahaja, maka lebih bijak jika kita tidak
melakukan pembelian.
Misalnya, ketika tersirat ingin membeli motor baru, tanyakan; perlukah kita
membeli motor baru? Sudah wajibkah kita membelinya? Nah, ketika alasan
pertanyaan tadi sudah logis dan dapat diterima akal sehat, maka kalau pun jadi
20
membeli pilihlah yang skalanya paling irit, paling hemat, dan paling mudah
perawatannya. Jangan berpikir dulu tentang keren atau mereknya. Cobalah
renungkan; mending keren tapi menderita atau irit tapi lancar? Tahanlah
keinginan untuk berlaku boros dengan sekuat tenaga, yakinlah makin kita bisa
mengendalikan keinginan kita, Insya Allah kita akan makin terpelihara dari sikap
boros. Sebaliknya, jika tidak dapat kita kendalikan, maka pastilah kita akan disiksa
oleh barang-barang kita sendiri. Kita akan disiksa oleh kendaraan kita dan disiksa
oleh harta kita yang kita miliki. Rugi, sangat rugi orang yang memperturutkan
hidupnya karena sesuatu yang dianggap keren atau bermerek. Apalagi, keren
menurut kita belum tentu keren menurut orang lain, bahkan sebaliknya bisa jadi
malah dicurigai. Karena ada pula orang yang ketika memakai sesuatu yang
bermerek, justru disangka barang temuan.
Seperti kisah santri di sebuah pesantren. Saat ada santri yang memakai sepatu yang
sangat bagus dengan merek terkenal, justru disangka sepatu jamaah yang ketika
berkunjung ke pesantren tersebut tertinggal di mesjid. Lain waktu, ada juga yang
memakai arloji sangat bagus dengan merek terkenal buatan dari negeri Swiss sana,
tapi orang lain justru malah berprasangka kalau arloji itu barang temuan dari
tempat wudhu. Begitulah, bagi orang yang maqam-nya murah meriah, ketika
memakai barang mahal justru malah dicurigai.
Karenanya, biasakanlah untuk senantiasa bersahaja dalam setiap yang kita
lakukan. Dan mudah-mudahan dalam kondisi ekonomi sulit seperti ini Allah
mengaruniakan kepada kita kemampuan untuk menjadi orang yang terpelihara
dari perbuatan sia-sia dan pemborosan.***
Bunga Rampai Nasihat
Mudah-mudahan Allah yang Maha Menguasai segala-galanya selalu membukakan
hati kita agar bisa melihat hikmah dibalik setiap kejadian apapun yang terjadi.
Yakinlah tidak ada satu kejadian pun yang sia-sia, tidak ada suatu kejadian pun
yang tanpa makna, sangat rugi kalau kita menghadapi hidup ini sampai tidak
mendapat pelajaran dari apa yang sedang kita jalani. Hidup ini adalah samudera
hikmah tiada terputus. Seharusnya apapun yang kita hadapi, efektif bisa
menambah ilmu, wawasan, khususnya lagi bisa menambah kematangan,
kedewasaan, kearifan diri kita sehingga kalau kita mati besok lusa atau kapan saja,
maka warisan terbesar kita adalah kehormatan pribadi kita, bukan hanya harta
semata. Rindukanlah dan selalu berharap agar saat kepulangan kita nanti, saat
kematian kita adalah saat yang paling indah.
Harusnya saat malaikat maut menjemput, kita benar-benar dalam keadaan siap,
21
benar-benar dalam keadaan khusnul khatimah. Harus sering dibayangkan kalau
saat meninggal nanti kita sedang bagus niat, sedang bersih hati, keringat sedang
bercucuran di jalan Allah SWT. Syukur-syukur kalau nanti kita meninggal, kita
sedang bersujud atau sedang berjuang di jalan Allah. Jangan sampai kita mati siasia,
seperti yang diberitakan koran-koran tentang seorang yang meninggal sedang
nonton di bioskop. Terang saja buruk sekali orang yang meninggal di bioskop,
apalagi misalnya film yang ditontonnya film (maaf) “Gairah Membara”, film
maksiat, na’udzubillah. Dia akan “membara” betulan di neraka nanti. Ingat maut
adalah hal yang sangat penting.
Tiada kehormatan dan kemuliaan kecuali dari Engkau wahai Allah pemilik alam
semesta, yang mengangkat derajat siapa pun yang Engkau kehendaki dan
menghinakan siapa pun yang Engkau kehendaki, segala puji hanyalah bagi-Mu
dan milik-Mu. Shalawat semoga senantiasa terlimpah bagi kekasih Allah, panutan
kita semua Rasulullah SAW.
Sahabat, percayalah sehebat apapun harta, gelar, pangkat, kedudukan, atau atribut
duniawi lainnya tak akan pernah berharga jikalau kita tidak memiliki harga diri.
Apalah artinya harta, gelar, dan pangkat, kalau pemiliknya tidak punya harga diri.
Hidup di dunia hanya satu kali dan sebentar saja. Kita harus bersungguh-sungguh
meniti karier kehidupan kita ini menjadi orang yang memiliki harga diri dan
terhormat dalam pandangan Allah SWT juga terhormat dalam pandangan orangorang
beriman. Dan kematian kita pun harus kita rindukan menjadi sebaik-baik
kematian yang penuh kehormatan dan kemuliaan dengan warisan terpenting
kehidupan kita adalah nama baik dan kehormatan kita yang tanpa cela, kehinaan.
Langkah awal yang harus kita bangun dalam karier kehidupan ini adalah tekad
untuk menjadi seorang muslim yang sangat jujur dan terpercaya sampai mati.
Seperti halnya Rasulullah SAW memulai karier kehidupannya dengan gelar
kehormatan Al Amin (seorang yang sangat terpercaya).
Kita harus berjuang mati-matian untuk memelihara harga diri kehormatan kita
menjadi seorang muslim yang terpercaya, sehingga tidak ada keraguan sama sekali
bagi siapapun yang bergaul dengan kita, baik muslim maupun non muslim, baik
kawan atau lawan, tidak boleh ada keraguan terhadap ucapan, janji, maupun
amanah yang kita pikul.
Oleh karena itu, pertama, jaga lisan kita. Jangan pernah berbohong dalam hal
apapun. Sekecil dan sesederhana apapun, bahkan betapa pun terhadap anak kecil
atau dalam senda gurau sekalipun. Harus benar-benar bersih dan meyakinkan,
tidak ada dusta, pastikan tidak pernah ada dusta! Lebih baik kita disisihkan karena
kita tampil apa adanya, daripada kita diterima karena berdusta. Sungguh tidak
akan pernah bahagia dan terhormat menjadi seorang pendusta. (Tentu saja bukan
22
berarti harus membeberkan aib-aib diri yang telah ditutupi Allah, ada kekuasaan
tersendiri, ada kekhususan tersendiri. Jujur bukan berarti bebas membeberkan aib
sendiri).
Kedua, jaga lisan, jangan pernah menambah-nambah, mereka-reka, mendramatisir
berita, informasi, atau sebaliknya meniadakan apa yang harus disampaikan.
Sampaikanlah berita atau informasi yang mesti disampaikan seakurat mungkin
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Kita terkadang suka ingin menambahnambah
sesuatu atau bahkan merekayasa kata-kata atau cerita. Jangan lakukan!
Sama sekali tidak akan menolong kita, nanti ketika orang tahu informasi yang
sebenarnya, akan runtuhlah kepercayaan mereka kepada kita.
Ketiga, jangan sok tahu atau sok pintar dengan menjawab setiap dan segala
pertanyaan. Nah, orang yang selalu menjawab setiap pertanyaan bila tanpa ilmu
akan menunjukkan kebodohan saja. Yakinlah kalau kita sok tahu tanpa ilmu itulah
tanda kebodohan kita. Yang lebih baik adalah kita harus berani mengatakan “tidak
tahu” kalau memang kita tidak mengetahuinya, atau jauh lebih baik disebut bodoh
karena jujur apa adanya, daripada kita berdusta dalam pandangan Allah.
Keempat, jangan pernah membocorkan rahasia atau amanat, terlebih lagi
membeberkan aib orang lain. Jangan sekali-kali melakukannya. Ingat setiap kali
kita ngobrol dengan orang lain, maka obrolan itu jadi amanah buat kita. Bagi orang
yang suka membocorkan rahasia akan jatuhlah harga dirinya. Padahal justru kita
harus jadi kuburan bagi rahasia dan aib orang lain. Yang namanya kuburan tidak
usah digali-gali lagi kecuali pembeberan yang sah menurut syariat dan membawa
kebaikan bagi semua pihak. Ingat, bila ada seseorang datang dengan menceritakan
aib dan kejelekan orang lain kepada kita, maka jangan pernah percayai dia, karena
ketika berpisah dengan kita, maka dia pun akan menceritakan aib dan kejelekan
kita kepada yang lain lagi.
Kelima, jangan pernah mengingkari janji dan jangan mudah mengobral janji.
Pastikan setiap janji tercatat dengan baik dan selalu ada saksi untuk mengingatkan
dan berjuanglah sekuat tenaga dan semaksimal mungkin untuk menepati janji
walaupun dengan pengorbanan lahir batin yang sangat besar dan berat. Ingat,
semua pengorbanan menjadi sangat kecil dibandingkan dengan kehilangan harga
diri sebagai seorang pengingkar janji, seorang munafik, na’udzubillah. Tidak
artinya. Semua pengorbanan itu kecil dibanding jika kita bernama si pengingkar
janji. Rasulullah SAW pernah sampai tiga hari menunggu orang yang
menjanjikannya untuk bertemu, beliau menunggu karena kehormatan bagi beliau
adalah menepati janji.***
Dahsyatnya Sedekah
23
Dimanakah letak kedahsyatan hamba-hamba Allah yang bersedekah? Dikisahkan
dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Turmudzi dan Ahmad, sebagai
berikut :
Tatkala Allah SWT menciptakan bumi, maka bumi pun bergetar. Lalu Allah pun
menciptkana gunung dengan kekuatan yang telah diberikan kepadanya, ternyata
bumi pun terdiam. Para malaikat terheran-heran akan penciptaan gunung
tersebut. Kemudian mereka bertanya? "Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam
penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada gunung?"
Allah menjawab, "Ada, yaitu besi" (Kita mafhum bahwa gunung batu pun bisa
menjadi rata ketika dibor dan diluluhlantakkan oleh buldozer atau sejenisnya yang
terbuat dari besi).
Para malaikat pun kembali bertanya, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-
Mu yang lebih kuat dari pada besi?"
Allah yang Mahasuci menjawab, "Ada, yaitu api" (Besi, bahkan baja bisa menjadi
cair, lumer, dan mendidih setelah dibakar bara api).
Bertanya kembali para malaikat, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu
yang lebih kuat dari pada api?"
Allah yang Mahaagung menjawab, "Ada, yaitu air" (Api membara sedahsyat
apapun, niscaya akan padam jika disiram oleh air).
"Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari air?" Kembali
bertanya para malaikta.
Allah yang Mahatinggi dan Mahasempurna menjawab, "Ada, yaitu angin" (Air di
samudera luas akan serta merta terangkat, bergulung-gulung, dan menjelma
menjadi gelombang raksasa yang dahsyat, tersimbah dan menghempas karang,
atau mengombang-ambingkan kapal dan perahu yang tengah berlayar, tiada lain
karena dahsyatnya kekuatan angin. Angin ternyata memiliki kekuatan yang
teramat dahsyat).
Akhirnya para malaikat pun bertanya lagi, "Ya Allah adakah sesuatu dalam
penciptaan-Mu yang lebih dari semua itu?"
Allah yang Mahagagah dan Mahadahsyat kehebatan-Nya menjawab, "Ada, yaitu
amal anak Adam yang mengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya sementara
tangan kirinya tidak mengetahuinya."
Artinya, orang yang paling hebat, paling kuat, dan paling dahsyat adalah orang
24
yang bersedekah tetapi tetap mampu menguasai dirinya, sehingga sedekah yang
dilakukannya bersih, tulus, dan ikhlas tanpa ada unsur pamer ataupun keinginan
untuk diketahui orang lain.
Inilah gambaran yang Allah berikan kepada kita bagaimana seorang hamba yang
ternyata mempunyai kekuatan dahsyat adalah hamba yang bersedekah, tetapi
tetap dalam kondisi ikhlas. Karena naluri dasar kita sebenarnya selalu rindu akan
pujian, penghormatan, penghargaan, ucapan terima kasih, dan sebagainya. Kita
pun selalu tergelitik untuk memamerkan segala apa yang ada pada diri kita
ataupun segala apa yang bisa kita lakukan. Apalagi kalau yang ada pada diri kita
atau yang tengah kita lakukan itu berupa kebaikan.
Karenanya, tidak usah heran, seorang hamba yang bersedekah dengan ikhlas
adalah orang-orang yang mempunyai kekuatan dahsyat. Sungguh ia tidak akan
kalah oleh aneka macam selera rendah, yaitu rindu pujian dan penghargaan.
Apalagi kedahsyatan seorang hamba yang bersedekah dengan ikhlas? Pada suatu
hari datang kepada seorang ulama dua orang akhwat yang mengaku baru kembali
dari kampung halamannya di kawasan Jawa Tengah. Keduanya kemudian
bercerita mengenai sebuah kejadian luar biasa yang dialaminya ketika pulang
kampung dengan naik bis antar kota beberapa hari sebelumnya. Di tengah
perjalanan bis yang ditumpanginya terkena musibah, bertabrakan dengan
dahsyatnya. Seluruh penumpang mengalami luka berat. Bahkan para penumpang
yang duduk di kurs-kursi di dekatnya meninggal seketika dengan bersimbah
darah. Dari seluruh penumpang tersebut hanya dua orang yang selamat, bahkan
tidak terluka sedikit pun. Mereka itu, ya kedua akhwat itulah. Keduanya
mengisahkan kejadian tersebut dengan menangis tersedu-sedu penuh syukur.
Mengapa mereka ditakdirkan Allah selamat tidak kurang suatu apa? Menurut
pengakuan keduanya, ada dua amalan yang dikerjakan keduanya ketika itu, yakni
ketika hendak berangkat mereka sempat bersedekah terlebih dahulu dan selama
dalam perjalanan selalu melafazkan zikir.
Sahabat, tidaklah kita ragukan lagi, bahwa inilah sebagian dari fadhilah
(keutamaan) bersedekah. Allah pasti menurunkan balasannya disaat-saat sangat
dibutuhkan dengan jalan yang tidak pernah disangka-sangka.
Allah Azza wa Jalla adalah Zat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang kepada
semua hamba-Nya. Bahkan kepada kita yang pada hampir setiap desah nafas selalu
membangkang terhadap perintah-Nya pada hampir setiap gerak-gerik kita
tercermin amalan yang dilarang-Nya, toh Dia tetap saja mengucurkan rahmat-Nya
yang tiada terkira.
Segala amalan yang kita perbuat, amal baik ataupun amal buruk, semuanya akan
25
terpulang kepada kita. Demikian juga jika kita berbicara soal harta yang kini ada
dalam genggaman kita dan kerapkali membuat kita lalai dan alpa. Demi Allah,
semua ini datangnya dari Allah yang Maha Pemberi Rizki dan Mahakaya.
Dititipkan-Nya kepada kita tiada lain supaya kita bisa beramal dan bersedekah
dengan sepenuh ke-ikhlas-an semata-mata karena Allah. Kemudian pastilah kita
akan mendapatkan balasan pahala dari pada-Nya, baik ketika di dunia ini maupun
saat menghadap-Nya kelak.
Dari pengalaman kongkrit kedua akhwat ataupun kutipan hadits seperti diuraikan
di atas, dengan penuh kayakinan kita dapat menangkap bukti yang dijanjikan
Allah SWT dan Rasul-Nya, bahwa sekecil apapun harta yang disedekahkan dengan
ikhlas, niscaya akan tampak betapa dahsyat balasan dari-Nya.
Inilah barangkali kenapa Rasulullah menyerukan kepada para sahabatnya yang
tengah bersiap pergi menuju medan perang Tabuk, agar mengeluarkan infaq dan
sedekah. Apalagi pada saat itu Allah menurunkan ayat tentang sedekah kepada
Rasulullah SAW, "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang
yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir; seratus biji Allah melipatgandakan
(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi
Maha Mengetahui," demikian firman-Nya (QS. Al-Baqarah [2] : 261).
Seruan Rasulullah itu disambut seketika oleh Abdurrahman bin Auf dengan
menyerahkan empat ribu dirham seraya berkata, "Ya, Rasulullah. Harta milikku
hanya delapan ribu dirham. Empat ribu dirham aku tahan untuk diri dan
keluargaku, sedangkan empat ribu dirham lagi aku serahkan di jalan Allah."
"Allah memberkahi apa yang engkau tahan dan apa yang engkau berikan," jawab
Rasulullah.
Kemudian datang sahabat lainnya, Usman bin Affan. "Ya, Rasulullah. Saya akan
melengkapi peralatan dan pakaian bagi mereka yang belum mempunyainya,"
ujarnya.
Adapun Ali bin Abi Thalib ketika itu hanya memiliki empat dirham. Ia pun segera
menyedekahkan satu dirham waktu malam, satu dirham saat siang hari, satu
dirham secara terang-terangan, dan satu dirham lagi secara diam-diam.
Mengapa para sahabat begitu antusias dan spontan menyambut seruan Rasulullah
tersebut? Ini tiada lain karena yakin akan balasan yang berlipat ganda sebagaimana
telah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya. Medan perang adalah medan pertaruhan
antara hidup dan mati. Kendati begitu para sahabat tidak ada yang mendambakan
mati syahid di medan perang, karena mereka yakin apapun yang terjadi pasti akan
sangat menguntungkan mereka. Sekiranya gugur di tangan musuh, surga Jannatu
26
na’im telah siap menanti para hamba Allah yang selalu siap berjihad fii sabilillaah.
Sedangkan andaikata selamat dapat kembali kepada keluarga pun, pastilah dengan
membawa kemenangan bagi Islam, agama yang haq!
Lalu, apa kaitannya dengan memenuhi seruan untuk bersedekah? Sedekah adalah
penolak bala, penyubur pahala dan pelipat ganda rizki; sebutir benih
menumbuhkan tujuh bulir, yang pada tiap-tiap bulir itu terjurai seratus biji.
Artinya, Allah yang Mahakaya akan membalasnya hingga tujuh ratus kali lipat.
Masya Allah!
Sahabat, betapa dahsyatnya sedekah yang dikeluarkan di jalan Allah yang disertai
dengan hati ikhlas, sampai-sampai Allah sendiri membuat perbandingan,
sebagaimana tersurat dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik,
seperti yang dikemukakan di awal tulisan ini.***
Diam Itu Emas
Dalam upaya mendewasakan diri kita, salah satu langkah awal yang harus kita
pelajari adalah bagaimana menjadi pribadi yang berkemampuan dalam menjaga
juga memelihara lisan dengan baik dan benar. Sebagaimana yang disabdakan
Rasulullah saw, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah
berkata benar atau diam.", hadits diriwayatkan oleh Bukhari.
1. Jenis-jenis Diam
Sesungguhnya diam itu sangat bermacam-macam penyebab dan dampaknya. Ada
yang dengan diam jadi emas, tapi ada pula dengan diam malah menjadi masalah.
Semuanya bergantung kepada niat, cara, situasi, juga kondisi pada diri dan
lingkungannya. Berikut ini bisa kita lihat jenis-jenis diam:
a. Diam BodohYaitu diam karena memang tidak tahu apa yang harus dikatakan.
Hal ini bisa karena kekurangan ilmu pengetahuan dan ketidakmengertiannya, atau
kelemahan pemahaman dan alasan ketidakmampuan lainnya. Namun diam ini
jauh lebih baik dan aman daripada memaksakan diri bicara sok tahu.
b. Diam MalasDiam jenis merupakan keburukan, karena diam pada saat orang
memerlukan perkataannya, dia enggan berbicara karena merasa sedang tidak
mood, tidak berselera atau malas.
c. Diam SombongIni pun termasuk diam negatif karena dia bersikap diam
berdasarkan anggapan bahwa orang yang diajak bicara tidak selevel dengannya.
27
d. Diam KhianatIni diamnya orang jahat karena dia diam untuk mencelakakan
orang lain. Diam pada saat dibutuhkan kesaksian yang menyelamatkan adalah
diam yang keji.
e. Diam MarahDiam seperti ini ada baiknya dan adapula buruknya, baiknya adalah
jauh lebih terpelihara dari perkataan keji yang akan lebih memperkeruh suasana.
Namun, buruknya adalah dia berniat bukan untuk mencari solusi tapi untuk
memperlihatkan kemurkaannya, sehingga boleh jadi diamnya ini juga menambah
masalah.
f. Diam Utama (Diam Aktif)Yang dimaksud diam keutamaan adalah bersikap diam
hasil dari pemikiran dan perenungan niat yang membuahkan keyakinan bahwa
engan bersikap menahan diri (diam) maka akan menjadi maslahat lebih
besardibanding dengan berbicara.
2. Keutamaan Diam Aktif
a. Hemat MasalahDengan memilih diam aktif, kita akan menghemat kata-kata
yang berpeluang menimbulkan masalah.
b. Hemat dari DosaDengan diam aktif maka peluang tergelincir kata menjadi
dosapun menipis, terhindar dari kesalahan kata yang menimbulkan kemurkaan
Allah.
c. Hati Selalu Terjaga dan TenangDengan diam aktif berarti hati akan terjaga dari
riya, ujub, takabbur atau aneka penyakit hati lainnya yang akan mengeraskan dan
mematikan hati kita.
d. Lebih BijakDengan diam aktif berarti kita menjadi pesdengar dan pemerhati
yang baik, diharapkan dalam menghadapi sesuatu persoalan, pemahamannya jauh
lebih mendaam sehingga pengambilan keputusan pun jauh lebih bijak dan arif.
e. Hikmah Akan MunculYang tak kalah pentingnya, orang yang mampu menahan
diri dengan diam aktif adalah bercahayanya qolbu, memberikan ide dan gagasan
yang cemerlang, hikmah tuntunan dari Allah swtakan menyelimuti hati, lisan,
serta sikap dan perilakunya.
f. Lebih BerwibawaTanpa disadari, sikap dan penampilan orang yang diam aktif
akan menimbulkan wibawa tersendiri. Orang akan menjadi lebih segan untuk
mempermainkan atau meremehkan.
Selain itu, diam aktif merupakan upaya menahan diri dari beberapa hal, seperti:
28
1. Diam dari perkataan dusta
2. Diamdari perkataan sia-sia
3. Diam dari komentar spontan dan celetukan
4. Diam dari kata yang berlebihan
5. Diam dari keluh kesah
6. Diam dari niat riya dan ujub
7. Diam dari kata yang menyakiti
8. Diam dari sok tahu dan sok pintar
Mudah-mudahan kita menjadi terbiasa berkata benar atau diam. Semoga pula
Allah ridha hingga akhir hayat nanti, saat ajal menjemput, lisan ini diperkenankan
untuk mengantar kepergian ruh kita dengan sebaik-baik perkataan yaitu kalimat
tauhiid "laa ilaha illallah" puncak perkataan yang menghantarkan ke surga. Aamiin
Etika Berwirausaha
Hikam:"Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa
dan janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya." (QS.
Al-Maidah: 2)
Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah SWT suka kepada hamba yang
berkarya dan terampil. Barang siapa bersusah payah mencari nafkah untuk
keluarganya, maka dia serupa dengan seorang mujahid fisabilillah." (HR.Imam
Ahmad)
Rasul Adalah seorang entrepreunership atau wirausahawan. Mulai usia 8 tahun 2
bulan sudah mulai menggembalakan kambing. Pada usia 12 tahun berdagang
sebagai kafilah ke negeri Syiria dan pada usia 25 tahun Rasul menikahi Khadijah
dengan mahar 20 ekor unta muda. Ini menunjukan bahwa Rasul merupakan
seorang wirausahawan yang sukses.
Jiwa wirausaha harus benar-benar ditanamkan dari kecil, karena kalau tidak maka
potensi apapun tidak bisa dibuat menjadi manfaat. Prinsip dari wirausahawan
adalah memanfaatkan segala macam benda menjadi bermanfaat. Tidak ada
kegagalan dalam berusaha, yang gagal yaitu yang tidak pernah mencoba berusaha.
Gagal merupakan informasi menuju sukses, keuntungan bukan hanya untung
untuk diri sendiri tapi juga untuk orang lain. Kredibilitas diri kita adalah modal
utama dalam berwira usaha, dengan menahan diri untuk tidak menikmati
kebahagiaan orang lain sebagai keberuntungan kita. Jual beli bukan hanya
29
transaksi uang dan barang, tapi jual beli harus dijadikan amal soleh yaitu dengan
niat dan cara yang benar.
Uang yang tidak barokah tidak akan dapat memberi ketenangan, walau sebanyak
apapun akan tetap kekurangan dan akan membuat kita hina. Berjualan dengan
akhlak yang mulia, pembeli tidak hanya mendapat fasilitas dan tidak hanya
mendapatkan barang tapi juga melihat kemuliaan akhlak seorang penjual.
Getaran Allah Di Padang Arafah
Saudaraku para tamu Allah dan juga saudaraku di Tanah Air yang kali ini atas izin
Allah bisa merasakan getaran orang-orang yang bersyukur di tanah Arafah. Inilah
saat yang paling dirindukan oleh orang-orang yang beriman, saat diundang ke
tanah di mana Allah menghadapkan hamba-hamba-Nya kepada para malaikat di
hari Arafah. Pada saat inilah Allah menjanjikan pembebasan dari api jahanam
sebanyak-banyak hamba-hamba-Nya. Dan pada hari ini Allah juga menjanjikan
diampuni lumuran dosa-dosa, dihapus aib-aib yang menyelimuti, kerak-kerak
kenistaan disingkirkan, dibukanya lembaran-lembaran baru yang putih bersih.
Saudaraku para tamu Allah. Begitu banyak orang yang bertawakal dan bersimpuh
di hadapan Allah. Diseluruh pelosok negeri. Mungkin di pedesaan, di lerenglereng,
maupun dipersawahan. Mereka ini mungkin siang malam bersandar
kepada Allah. Mereka tiada henti memuja Allah. Bahkan mungkin bisa jadi
kedudukan mereka lebih tinggi di sisi Allah dibanding kita yang sehari-hari
melumuri diri dengan dosa, lebih banyak dipakai memuaskan diri kita dibanding
memuaskan perintah Allah. Tapi sampai sekarang mereka belum pernah
merasakan nikmatnya jamuan Allah di Arafah ini. Inilah saatnya kita harus merasa
malu. Karena, lebih banyak orang yang berhak wukuf di Arafah ini dibanding kita.
Kita lihat orang di keningnya berbekas dengan bekas sujud hanya bisa menangis
sepanjang hayatnya untuk bisa dijamu oleh Allah di Padang Arafah ini. Tapi,
kapan kita melakukan seperti itu? Karena itu, saudaraku yang hadir di bumi
Arafah ini, hari ini adalah hari buat kita untuk bersyukur. Bisa jadi kita hadir di
tempat ini bukan karena kesalehan kita. Kehadiran kita di sini mungkin karena
ridlo Allah atas orang-orang yang kita sakiti yang mereka balas sakit hatinya
dengan doa kemuliaan bagi kita. Mungkin kita berada di tempat ini berkat doa
fakir miskin yang kita lempar dengan uang seratus rupiah tapi mereka
menerimanya dengan ridlo dan memohon kepada Allah agar mengampuni kita.
Mungkin kita berada di tempat ini berkat doa para pembantu yang tidak pernah
kita hargai jasa baiknya tetapi mereka sabar bangun malam dan meminta kita
diberi hidayah. Mungkin kita berada ditempat ini karena doa orang tua kita yang
30
tiada henti-hentinya agar memilik ianak yang saleh dan salehah, padahal begitu
sering kita melukai hatinya. Atau, mungkin kita berada di tempat ini karena doa
anak-anak kita yang sering dikecewakan contoh buruk yang kita lakukan sehingga
mereka meminta kepada Allah agar memiliki orang tua yang saleh dan salehah.
Tentunya tiada kebaikan yang mengantar kita ke tempat ini selain kemurahan
Allah yang Maha Agung. Kita berutang banyak saudara-saudaraku sekalian.
Baiklah saudara-saudaraku sekalian. Tidak ada jalan bagi kita untuk menjadi
sombong dan takabur dengan jamuan Allah di Arafah ini kecuali kita harus malu
dan jujur kepada diri sendiri. Harta yang Allah titipkan kepada kita, tak jarang kita
nafkahkan sekadar sisa dari uang jajan kita. Zakat enggan kita bayarkan. Sedekah
bagi orang yang paling lusuh dengan cara yang paling memalukan. Bahkan, kita
lebih suka membelikan barang-barang yang mahal untuk kita pamerkan kepada
makhluk dari pada menafkahkan harta di jalan Allah untuk bekal kepulangan kita.
Lalu lihatlah bagaimana kita bersujud kepada Allah. Dari 24 jam satu hari Allah
memberikan waktu kepada kita, sujud sering kita percepat. Bahkan, kalau perlu
hampir kita tidak pernah ingat kepada Allah yang Maha Agung. Di manakah letak
amal baik kita? Nikmat dari Allah tiada henti dan tiada putus. Sedangkan
pengkhianatan kita tiada henti dan tiada terputus. Entah mengapa Allah memberi
kesempatan kita berada di tanah Arafah ini? Rasanya lebih banyak orang yang
lebih layak untuk dimuliakan Allah saat ini.
Saudara-saudaraku sekalian. Hari ini Allah menurunkan para malaikat di sekitar
tenda. Sebagian para malaikat sudah menyaksikan aib-aib yang ada pada diri kita.
Sebagian malaikat yang lain tahu secara persis siapa diri kita, ada yang mencatat
kata-kata kita yang begitu jarang menyebut nama Allah. Lalu mereka tahu betapa
banyaknya orang yang terluka hatinya, tercabik-cabik perasaannya. Allah maha
tahu fitnah yang tersebar karena lisan kita selama ini, berapa banyak orang yang
terjerumus ke dalam maksiat karena kita yangmenunjukkannya. Di antara
malaikat yang hadir saat ini ada yang menyaksikan kita mendekati zina dengan
mata kita, dengan lisan kita, karena tiada yang tersembunyi bagi Allah.
Sesungguhnya hari ini adalah hari yang paling malu bagi kita. Orang busuk seperti
kita ini diberi kesempatan berada di tempat mulia, bahkan amal-amal yang paling
tidak disukai Allah kita pun sering melakukannya. Kesombongan, ketakaburan
adalah amal yang membuat iblis dilaknat oleh Allah selamanya. Tidak akan pernah
selamat masuk surga orang yang di dalam hatinya ada takabur walau sebesar biji
zarah. Lihatlah apa yang Allah titipkan bagi jalan kesombongan bagi kita. Otak
kita dicerdaskan sedikit oleh Allah. Kita diberi kesempatan sekolah, kesempatan
kuliah. Namun malah membuat kita jadi petentang-petenteng menganggap rendah
orang tua kita yang pendidikannya tidak setinggi kita. Menganggap rendah
pembantu kita yang pendidikannya tidak setinggi kita. Menganggap rendah orang
lain yang tidak pernah mengenyam pendidikan setinggi kita. Padahal, demi Allah,
31
saudara-saudaraku, otak ini adalah milik Allah. Jikalau Allah mengambil beberapa
bagian saja, niscaya kita tidak bisa mengingat apa pun.
Sungguh! Gelar, pangkat adalah lambang kebodohan bagi orang-orang yang
takabur. Malu kita ini mengapa diberi otak yang sulit mengenal Allah. Padahal,
otak kita ini tunduk mengejar keagungan Allah. Kita diberikan harta yang cukup.
Tapi kita sering tidak mempedulikan dari mana harta itu kita dapatkan. Yang
haram kita ambil, hak orang lain kita tahan. Zakat lupa kita bayarkan. Kita lumuri
diri kita dengan kenistaan. Naudzubilah min dzalik. Tapi kita bangga dengan
kendaraan yang mewah, dengan rumah yang megah, dengan perhiasan. Padahal,
sungguh, semua itu adalah sekadar titipan Allah, yang Allah juga berikan kepada
makhluk-makhluk nista lainnya. Para penjahat, para pelacur, penzina, orangorang
yang durjana diberi dunia oleh Allah. Karena dunia ini bukan tanda
kemuliaan bagi seseorang. Dunia adalah fitnah, cobaan bagi manusia. Sungguh
malang bagi orang yang takabu dengan tempelan duniawi padahal Allah
menghinakan seseorang dengan duniawi itu sendiri.
Saudaraku-saudaraku sekalian.Waspadalah sepulang dari tempat ini. Haji yang
mabrur adalah haji yang merasa malu kepada Allah. Allah memberikan nikmat
tiada henti. Kita jarang mensyukurinya bahkan kita mengkhianatinya. Allah yang
Maha Agung, Allah yang Maha Perkasa, memberikan kesempatan kali ini kepada
kita untuk mengubah sisa umur kita. Mungkin, mungkin kali ini adalah yang
terakhir kali kita berada di tanah Arafah ini. Tidak ada jaminan kita tahun depan
bertemu kembali ditempat ini. Tanah yang kita duduki ini akan menjadi saksi di
akhirat nanti, Kita berangkat mengeluarkan harta, waktu, dan tenaga. Kita lalui
jalan berjam-jam sampai tempat ini, tapi nikmat sekali. Itulah nikmat yang datang
dari Allah. Nikmat adalah pengorbanan. Rasululah SAW mulia bukan karena apa
yang dimilikinya, tapi karena pengorbanannya untuk umat. Harta yang
dikorbankan, tenaga yang dikorbankan, waktu yang dikorbankan, perhatian yang
dikorbankan, demi kemaslahatan umat. Sepulang dari sini tidak pernah akan
bahagia kecuali orang yang paling menikmati berkurban untuk orang lain.
Yakinkanlah bahwa apa pun yang kita miliki agar bermanfaat sebanyakbanyaknya
bagi hamba Allah. Sebaik-baik manusia adalah orang yang banyak
manfaatnya.
Saudaraku, percayalah bahwa kita tidak akan bahagia dengan mengumpulkan
uang. Justru kebahagiaan datang dengan menafkahkan uang. Kita tidak bahagia
dengan ingin ditolong orang lain. Kita bahagia justru dengan menolong orang lain.
Kita tidak akan bahagia dengan dihormati orang lain, kebahagiaan hati kita dengan
menghargai orang lain. Jadikanlah diri kita menjadi orang yang tidak pernah
berharap apa pun selain dari Allah. Itulah kebahagiaan yang awal dari pelajaran
kita. Yang kedua, ingatlah baik-baik. Kain ihram yang kita pakai ini, ternyata
inilah yang menemani kita saat pulang nanti. Tidaklah harta, tidak pangkat, dan
juga tidak jabatan. Semua itu adalah topeng sejenak saja yang tidak berharga sama
32
sekali, kecuali penyandangnya memiliki rasa syukur dan takwa kepada Allah.
Saudaraku, sepulang dari tempat ini pastikan jangan sembunyi di balik jabatan.
Jangan bersembunyi di balik penampilan yang bagus, jangan bersembunyi di balik
rumah yang megah, jangan bersembunyi di balik gelar yang bertenteng. Tapi
bersembunyilah di balik Allah. Harta, pangkat, dan jabatan tidaklah berharga
kecuali orang yang bertakwa kepada-Nya. Sekuat-kuatnya jangan ubah yang Allah
titipkan ini menjadi jalan kesombongan kita. Tiada yang dimuliakan oleh Allah,
tiada satu pun yang diangkat derajatnya oleh Allah kecuali orang-orang yang
tawadhu. Tiada seorang pun yang tawadhu di antara kamu semata-mata karena
Allah, kecuali Allah akan meninggikan derajatnya. Oleh karena itu, sepulang dari
sini pastikanlah menjadi orang yang paling rendah hati, yang tidak akan
memamerkan topeng seperti ini. Kecuali, insya Allah, kemuliaan akhlak yang
menjadi andalan bekal kepulangan dan kemuliaannya.
Dan yang ketiga, saudaraku sekalian, sepulang dari haji ini ingatlah baik-baik
bahwa ternyata Allah menciptakan haji dengan pertemuan dari segala bangsa.
Kulit hitam, mata sipit, yang tinggi, yang buruk, yang cacat; mereka semua adalah
saudara kita. Terkadang kita merasa saudara karena darah, persaudaraan karena
tempat, persaudaraan karena bangsa. Tapi kita lihat disini, saudara kita begitu
banyak. Pepatah mengatakan satu musuh sudah mempersempit kehidupan kita,
tapi memperbanyak teman tidak akan pernah cukup. Sebab, memperbanyak teman
adalah memperbanyak saudara. Sesungguhnya orang yang beriman itu bersaudara.
Orang-orang yang merasakan banyak saudara hidupnya akan lebih ringan. Kita
berbelanja dengan harga yang mahal, kita bersyukur karena bisa menafkahi
pedagang yang masih saudara kita sendiri. Kita naik kendaraan umum
denganmembayar kelebihan, kita bahagia karena sudah memberikan bekal bagi
keluarga keturunan para sopir saudara kita sendiri. Kita mendidik orang lain
sehingga maju namun tidak berterima kasih tidak apa-apa karena mereka adalah
saudara kita sendiri. Semakin banyak yang bisa kita bantu, Insya Allah semakin
berbahagia dan ringan hidup kita ini.
Dan yang terakhir ingatlah baik-baik. Hari ini adalah penutup lembaran lama kita.
Sudah terlalu lama hidup kita gunakan untuk mengkhianati Allah. Sudah terlalu
banyak napas kita diisi lalai pada Allah. Sudah terlalu banyak keringat kita
terkuras untuk menzalimi kebenaran, sudah terlalu banyak harta yang kita
nafkahkan tidak dijalan Allah. Saudaraku sekalian, mau ke mana lagi. Hidup hanya
sekali dan sebentar. Esok lusa mungkin malaikat maut sudah ada di hadapan kita.
Pastikan mulai saat ini, tekadkan dalam hati kita, ya Allah tiada tujuan dalam
hidup kami selain Engkau. Tiada yang kami tuju selain pulang kepada-Mu, ya
Allah. Dunia pasti kami tinggalkan, harta kami tinggalkan, keluarga kami
tinggalkan. Kami ingin bisa berjumpa dengan-Mu, ya Allah. Tuntun dengan amal
yang bisa membuat berjumpa dengan-Mu, ya Allah. Tingkatkan kepada kami
33
segala bekal yang bisa membuat kami berjumpa dengan-Mu, ya Allah. Karuniakan
segala nikmat yang bisa membuat kami bisa mensyukuri agar kami bisa berjumpa
dengan-Mu. Bebaskan kami dari setiap harta dan kesibukan apa pun yang tidak
bisa membuat kami berjumpa dengan-Mu. Barang siapa yang merindukan
berjumpa dengan Allah, niscaya hari-hari yang dinanti adalah hari-hari pertemuan
dengan Allah. Hari-hari yang diisi dengan bekal untuk pulang. Hidup di dunia
adalah kesenangan yang menipu sejenak saja.
Hakikat Cinta
Cinta adalah bagian dari fitrah, orang yang kehilangan cinta dia tidak normal
tetapi banyak juga orang yang menderita karena cinta. Bersyukurlah orang-orang
yang diberi cinta dan bisa menyikapi rasa cinta dengan tepat.
Hikam:
"Dijadikan indah pada pandangan manusia, kecintaan kepada apa-apa yang
diinginkan yaitu wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak,
kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup didunia
dan disisi Allah tempat kembali yang baik." (Al-Qur`an: Al-Imron ayat 14)
Cintamu kepada sesuatu menjadikan kamu buta dan tuli (HR. Abu Dawud dan
Ahmad)
Cinta memang sudah ada didalam diri kita, diantaranya terhadap lawan jenis. Tapi
kalau tidak hati-hati cinta bisa menulikan dan membutakan kita.
Cinta yang paling tinggi adalah cinta karena Allah cirinya adalah orang yang tidak
memaksakan kehendaknya. Tapi ada juga cinta yang menjadi cobaan buat kita
yaitu cinta yang lebih cenderung kepada maksiat. Cinta yang semakin bergelora
hawa nafsu, makin berkurang rasa malu. Dan, inilah yang palingberbahaya dari
cinta yang tidak terkendali.
Islam tidak melarang atau mengekang manusia dari rasa cinta tapi mengarahkan
cinta tetap pada rel yang menjaga martabat kehormatan, baik wanita maupun lakilaki.
Kalau kita jatuh cinta harus hati-hati karena seperti minum air laut semakin
diminum semakin haus. Cinta yang sejati adalah cinta yang setelah akad nikah,
selebihnya adalah cobaan dan fitnah saja.
Cara untuk bisa mengendalikan rasa cinta adalah jaga pandangan, jangan
berkhalwat berdua-duaan, jangan dekati zina dalam bentuk apapun dan jangan
saling bersentuhan.
34
Bagi orang tua yang membolehkan anaknya berpacaran, harus siap-siap
menanggung resiko. Marilah kita mengalihkan rasa cinta kita kepada Allah dengan
memperbanyak sholawat, dzikir, istighfar dan sholat sehingga kita tidak diperdaya
oleh nafsu, karena nafsu yang akan memperdayakan kita. Sepertinya cinta padahal
nafsu belaka.
Ikhlas
Semoga Allah mengaruniakan kepada kita hati yang ikhlas. karena betapapun kita
melakukan sesuatu hingga bersimbah peluh berkuah keringat, habis tenaga dan
terkuras pikiran, kalau tidak ikhlas melakukannya, tidak akan ada nilainya di
hadapan Allah. Bertempur melawan musuh, tapi kalau hanya ingin disebut sebagai
pahlawan, ia tidak memiliki nilai apapun. Menafkahkan seluruh harta kalau hanya
ingin disebut sebagai dermawan, ia pun tidak akan memiliki nilai apapun.
Mengumandangkan adzan setiap waktu shalat, tapi selama adzan bukan Allah
yang dituju, hanya sekedar ingin memamerkan keindahan suara supaya menjadi
juara adzan atau menggetarkan hati seseorang, maka itu hanya teriakan-teriakan
yang tidak bernilai di hadapan Allah, tidak bernilai!
Ikhlas, terletak pada niat hati. Luar biasa sekali pentingnya niat ini, karena niat
adalah pengikat amal. Orang-orang yang tidak pernah memperhatikan niat yang
ada di dalam hatinya, siap-siaplah untuk membuang waktu, tenaga, dan harta
dengan tiada arti. Keikhlasan seseorang benar-benar menjadi amat penting dan
akan membuat hidup ini sangat mudah, indah, dan jauh lebih bermakna.
Apakah ikhlas itu? Orang yang ikhlas adalah orang yang tidak menyertakan
kepentingan pribadi atau imbalan duniawi dari apa yang dapat ia lakukan.
Konsentrasi orang yang ikhlas cuma satu, yaitu bagaimana agar apa yang
dilakukannya diterima oleh Allah SWT. Jadi ketika sedang memasukan uang ke
dalam kotak infaq, maka fokus pikiran kita tidak ke kiri dan ke kanan, tapi pikiran
kita terfokus bagaimana agar uang yang dinafkahkan itu diterima di sisi Allah.
Apapun yang dilakukan kalau konsentrasi kita hanya kepada Allah, itulah ikhlas.
Seperti yang dikatakan Imam Ali bahwa orang yang ikhlas adalah orang yang
memusatkan pikirannya agar setiap amalnya diterima oleh Allah. Seorang
pembicara yang tulus tidak perlu merekayasa kata-kata agar penuh pesona, tapi ia
akan mengupayakan setiap kata yang diucapkan benar-benar menjadi kata yang
disukai oleh Allah. Bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Bisa
35
dipertanggungjawabkan artinya. Selebihnya terserah Allah. Kalau ikhlas walaupun
sederhana kata-kata kita, Allah-lah yang kuasa menghujamkannya kepada setiap
qalbu.
Oleh karena itu, jangan terjebak oleh rekayasa-rekayasa. Allah sama sekali tidak
membutuhkan rekayasa apapun dari manusia. Allah Mahatahu segala lintasan hati,
Mahatahu segalanya! Makin bening, makin bersih, semuanya semata-mata karena
Allah, maka kekuatan Allah yang akan menolong segalanya.
Buah apa yang didapat dari seorang hamba yang ikhlas itu? Seorang hamba yang
ikhlas akan merasakan ketentraman jiwa, ketenangan batin. Betapa tidak? Karena
ia tidak diperbudak oleh penantian untuk mendapatkan pujian, penghargaan, dan
imbalan. Kita tahu bahwa penantian adalah suatu hal yang tidak menyenangkan.
Begitu pula menunggu diberi pujian, juga menjadi sesuatu yang tidak nyaman.
Lebih getir lagi kalau yang kita lakukan ternyata tidak dipuji, pasti kita akan
kecewa.
Tapi bagi seorang hamba yang ikhlas, ia tidak akan pernah mengharapkan apapun
dari siapapun, karena kenikmatan baginya bukan dari mendapatkan, tapi dari apa
yang bisa dipersembahkan. Jadi kalau saudara mengepel lantai dan di dalam hati
mengharap pujian, tidak usah heran jikalau nanti yang datang justru malah
cibiran.
Tidak usah heran pula kalau kita tidak ikhlas akan banyak kecewa dalam hidup
ini. Orang yang tidak ikhlas akan banyak tersinggung dan terkecewakan karena ia
memang terlalu banyak berharap. Karenanya biasakanlah kalau sudah berbuat
sesuatu, kita lupakan perbuatan itu. Kita titipkan saja di sisi Allah yang pasti aman.
Jangan pula disebut-sebut, diingat-ingat, nanti malah berkurang pahalanya.
Lalu, dimanakah letak kekuatan hamba-hamba Allah yang ikhlas? Seorang hamba
yang ikhlas akan memiliki kekuatan ruhiyah yang besar. Ia seakan-akan menjadi
pancaran energi yang melimpah. Keikhlasan seorang hamba Allah dapat dilihat
pula dari raut muka, tutur kata, serta gerak-gerik perilakunya. Kita akan merasa
aman bergaul dengan orang yang ikhlas. Kita tidak curiga akan ditipu, kita tidak
curiga akan dikecoh olehnya. Dia benar-benar bening dari berbuat rekayasa.
Setiap tumpahan kata-kata dan perilakunya tidak ada yang tersembunyi. Semua itu
ia lakukan tanpa mengharap apapun dari orang yang dihadapinya, yang ia
harapakan hanyalah memberikan yang terbaik untuk siapapun.
Sungguh akan nikmat bila bergaul dengan seorang hamba yang ikhlas. Setiap katakatanya
tidak akan bagai pisau yang akan mengiris hati. Perilakunya pun tidak
akan menyudutkan dan menyempitkan diri. Tidak usah heran jikalau orang ikhlas
itu punya daya gugah dan daya ubah yang begitu dahsyat.
36
Dikisahkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Turmudzi dan Ahmad,
sebagai berikut :
Tatkala Allah SWT menciptakan bumi, maka bumi pun bergetar. Lalu Allah pun
menciptkana gunung dengan kekuatan yang telah diberikan kepadanya, ternyata
bumi pun terdiam. Para malaikat terheran-heran akan penciptaan gunung
tersebut. Kemudian mereka bertanya? "Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam
penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada gunung?"
Allah menjawab, "Ada, yaitu besi" (Kita mafhum bahwa gunung batu pun bisa
menjadi rata ketika dibor dan diluluhlantakkan oleh buldozer atau sejenisnya yang
terbuat dari besi).
Para malaikat pun kembali bertanya, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-
Mu yang lebih kuat dari pada besi?"
Allah yang Mahasuci menjawab, "Ada, yaitu api" (Besi, bahkan baja bisa menjadi
cair, lumer, dan mendidih setelah dibakar bara api).
Bertanya kembali para malaikat, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu
yang lebih kuat dari pada api?"
Allah yang Mahaagung menjawab, "Ada, yaitu air" (Api membara sedahsyat
apapun, niscaya akan padam jika disiram oleh air).
"Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari air?" Kembali
bertanya para malaikta.
Allah yang Mahatinggi dan Mahasempurna menjawab, "Ada, yaitu angin" (Air di
samudera luas akan serta merta terangkat, bergulung-gulung, dan menjelma
menjadi gelombang raksasa yang dahsyat, tersimbah dan menghempas karang,
atau mengombang-ambingkan kapal dan perahu yang tengah berlayar, tiada lain
karena dahsyatnya kekuatan angin. Angin ternyata memiliki kekuatan yang
teramat dahsyat).
Akhirnya para malaikat pun bertanya lagi, "Ya Allah adakah sesuatu dalam
penciptaan-Mu yang lebih dari semua itu?"
Allah yang Mahagagah dan Mahadahsyat kehebatan-Nya menjawab, "Ada, yaitu
amal anak Adam yang mengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya sementara
tangan kirinya tidak mengetahuinya."
Artinya, orang yang paling hebat, paling kuat, dan paling dahsyat adalah orang
yang bersedekah tetapi tetap mampu menguasai dirinya, sehingga sedekah yang
37
dilakukannya bersih, tulus, dan ikhlas tanpa ada unsur pamer ataupun keinginan
untuk diketahui orang lain.
Inilah gambaran yang Allah berikan kepada kita bagaimana seorang hamba yang
ternyata mempunyai kekuatan dahsyat adalah hamba yang bersedekah, tetapi
tetap dalam kondisi ikhlas. Karena naluri dasar kita sebenarnya selalu rindu akan
pujian, penghormatan, penghargaan, ucapan terima kasih, dan sebagainya. Kita
pun selalu tergelitik untuk memamerkan segala apa yang ada pada diri kita
ataupun segala apa yang bisa kita lakukan. Apalagi kalau yang ada pada diri kita
atau yang tengah kita lakukan itu berupa kebaikan.
Nah, sahabat. Orang yang ikhlas adalah orang yang punya kekuatan, ia tidak akan
kalah oleh aneka macam selera rendah, yaitu rindu pujian dan penghargaan.
Allaahuakbar.***
Semoga Allah mengaruniakan kepada kita hati yang ikhlas. karena betapapun kita
melakukan sesuatu hingga bersimbah peluh berkuah keringat, habis tenaga dan
terkuras pikiran, kalau tidak ikhlas melakukannya, tidak akan ada nilainya di
hadapan Allah. Bertempur melawan musuh, tapi kalau hanya ingin disebut sebagai
pahlawan, ia tidak memiliki nilai apapun. Menafkahkan seluruh harta kalau hanya
ingin disebut sebagai dermawan, ia pun tidak akan memiliki nilai apapun.
Mengumandangkan adzan setiap waktu shalat, tapi selama adzan bukan Allah
yang dituju, hanya sekedar ingin memamerkan keindahan suara supaya menjadi
juara adzan atau menggetarkan hati seseorang, maka itu hanya teriakan-teriakan
yang tidak bernilai di hadapan Allah, tidak bernilai!
Ikhlas, terletak pada niat hati. Luar biasa sekali pentingnya niat ini, karena niat
adalah pengikat amal. Orang-orang yang tidak pernah memperhatikan niat yang
ada di dalam hatinya, siap-siaplah untuk membuang waktu, tenaga, dan harta
dengan tiada arti. Keikhlasan seseorang benar-benar menjadi amat penting dan
akan membuat hidup ini sangat mudah, indah, dan jauh lebih bermakna.
Apakah ikhlas itu? Orang yang ikhlas adalah orang yang tidak menyertakan
kepentingan pribadi atau imbalan duniawi dari apa yang dapat ia lakukan.
Konsentrasi orang yang ikhlas cuma satu, yaitu bagaimana agar apa yang
dilakukannya diterima oleh Allah SWT. Jadi ketika sedang memasukan uang ke
dalam kotak infaq, maka fokus pikiran kita tidak ke kiri dan ke kanan, tapi pikiran
kita terfokus bagaimana agar uang yang dinafkahkan itu diterima di sisi Allah.
Apapun yang dilakukan kalau konsentrasi kita hanya kepada Allah, itulah ikhlas.
Seperti yang dikatakan Imam Ali bahwa orang yang ikhlas adalah orang yang
memusatkan pikirannya agar setiap amalnya diterima oleh Allah. Seorang
pembicara yang tulus tidak perlu merekayasa kata-kata agar penuh pesona, tapi ia
akan mengupayakan setiap kata yang diucapkan benar-benar menjadi kata yang
38
disukai oleh Allah. Bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Bisa
dipertanggungjawabkan artinya. Selebihnya terserah Allah. Kalau ikhlas walaupun
sederhana kata-kata kita, Allah-lah yang kuasa menghujamkannya kepada setiap
qalbu.
Oleh karena itu, jangan terjebak oleh rekayasa-rekayasa. Allah sama sekali tidak
membutuhkan rekayasa apapun dari manusia. Allah Mahatahu segala lintasan hati,
Mahatahu segalanya! Makin bening, makin bersih, semuanya semata-mata karena
Allah, maka kekuatan Allah yang akan menolong segalanya.
Buah apa yang didapat dari seorang hamba yang ikhlas itu? Seorang hamba yang
ikhlas akan merasakan ketentraman jiwa, ketenangan batin. Betapa tidak? Karena
ia tidak diperbudak oleh penantian untuk mendapatkan pujian, penghargaan, dan
imbalan. Kita tahu bahwa penantian adalah suatu hal yang tidak menyenangkan.
Begitu pula menunggu diberi pujian, juga menjadi sesuatu yang tidak nyaman.
Lebih getir lagi kalau yang kita lakukan ternyata tidak dipuji, pasti kita akan
kecewa.
Tapi bagi seorang hamba yang ikhlas, ia tidak akan pernah mengharapkan apapun
dari siapapun, karena kenikmatan baginya bukan dari mendapatkan, tapi dari apa
yang bisa dipersembahkan. Jadi kalau saudara mengepel lantai dan di dalam hati
mengharap pujian, tidak usah heran jikalau nanti yang datang justru malah
cibiran.
Tidak usah heran pula kalau kita tidak ikhlas akan banyak kecewa dalam hidup
ini. Orang yang tidak ikhlas akan banyak tersinggung dan terkecewakan karena ia
memang terlalu banyak berharap. Karenanya biasakanlah kalau sudah berbuat
sesuatu, kita lupakan perbuatan itu. Kita titipkan saja di sisi Allah yang pasti aman.
Jangan pula disebut-sebut, diingat-ingat, nanti malah berkurang pahalanya.
Lalu, dimanakah letak kekuatan hamba-hamba Allah yang ikhlas? Seorang hamba
yang ikhlas akan memiliki kekuatan ruhiyah yang besar. Ia seakan-akan menjadi
pancaran energi yang melimpah. Keikhlasan seorang hamba Allah dapat dilihat
pula dari raut muka, tutur kata, serta gerak-gerik perilakunya. Kita akan merasa
aman bergaul dengan orang yang ikhlas. Kita tidak curiga akan ditipu, kita tidak
curiga akan dikecoh olehnya. Dia benar-benar bening dari berbuat rekayasa.
Setiap tumpahan kata-kata dan perilakunya tidak ada yang tersembunyi. Semua itu
ia lakukan tanpa mengharap apapun dari orang yang dihadapinya, yang ia
harapakan hanyalah memberikan yang terbaik untuk siapapun.
Sungguh akan nikmat bila bergaul dengan seorang hamba yang ikhlas. Setiap katakatanya
tidak akan bagai pisau yang akan mengiris hati. Perilakunya pun tidak
akan menyudutkan dan menyempitkan diri. Tidak usah heran jikalau orang ikhlas
itu punya daya gugah dan daya ubah yang begitu dahsyat.
39
Dikisahkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Turmudzi dan Ahmad,
sebagai berikut :
Tatkala Allah SWT menciptakan bumi, maka bumi pun bergetar. Lalu Allah pun
menciptkana gunung dengan kekuatan yang telah diberikan kepadanya, ternyata
bumi pun terdiam. Para malaikat terheran-heran akan penciptaan gunung
tersebut. Kemudian mereka bertanya? "Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam
penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada gunung?"
Allah menjawab, "Ada, yaitu besi" (Kita mafhum bahwa gunung batu pun bisa
menjadi rata ketika dibor dan diluluhlantakkan oleh buldozer atau sejenisnya yang
terbuat dari besi).
Para malaikat pun kembali bertanya, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-
Mu yang lebih kuat dari pada besi?"
Allah yang Mahasuci menjawab, "Ada, yaitu api" (Besi, bahkan baja bisa menjadi
cair, lumer, dan mendidih setelah dibakar bara api).
Bertanya kembali para malaikat, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu
yang lebih kuat dari pada api?"
Allah yang Mahaagung menjawab, "Ada, yaitu air" (Api membara sedahsyat
apapun, niscaya akan padam jika disiram oleh air).
"Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari air?" Kembali
bertanya para malaikta.
Allah yang Mahatinggi dan Mahasempurna menjawab, "Ada, yaitu angin" (Air di
samudera luas akan serta merta terangkat, bergulung-gulung, dan menjelma
menjadi gelombang raksasa yang dahsyat, tersimbah dan menghempas karang,
atau mengombang-ambingkan kapal dan perahu yang tengah berlayar, tiada lain
karena dahsyatnya kekuatan angin. Angin ternyata memiliki kekuatan yang
teramat dahsyat).
Akhirnya para malaikat pun bertanya lagi, "Ya Allah adakah sesuatu dalam
penciptaan-Mu yang lebih dari semua itu?"
Allah yang Mahagagah dan Mahadahsyat kehebatan-Nya menjawab, "Ada, yaitu
amal anak Adam yang mengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya sementara
tangan kirinya tidak mengetahuinya."
Artinya, orang yang paling hebat, paling kuat, dan paling dahsyat adalah orang
40
yang bersedekah tetapi tetap mampu menguasai dirinya, sehingga sedekah yang
dilakukannya bersih, tulus, dan ikhlas tanpa ada unsur pamer ataupun keinginan
untuk diketahui orang lain.
Inilah gambaran yang Allah berikan kepada kita bagaimana seorang hamba yang
ternyata mempunyai kekuatan dahsyat adalah hamba yang bersedekah, tetapi
tetap dalam kondisi ikhlas. Karena naluri dasar kita sebenarnya selalu rindu akan
pujian, penghormatan, penghargaan, ucapan terima kasih, dan sebagainya. Kita
pun selalu tergelitik untuk memamerkan segala apa yang ada pada diri kita
ataupun segala apa yang bisa kita lakukan. Apalagi kalau yang ada pada diri kita
atau yang tengah kita lakukan itu berupa kebaikan.
Nah, sahabat. Orang yang ikhlas adalah orang yang punya kekuatan, ia tidak akan
kalah oleh aneka macam selera rendah, yaitu rindu pujian dan penghargaan.
Allaahuakbar.***
Ikhlas (2)
Su`udzon atau berburuk sangka dapat membuat hati kita menjadi busuk karena
apapun yang kita sangka akan mempengaruhi cara kita berfikir, cara kita bersikap
dan cara kita mengambil keputusan. Berbahagialah bagi orang-orang yang bisa
berkhusnudzon atau berbaik sangka.
Hikam:
"Hai orang-orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah kamu mencari
kesalahan-kesalahan orang lain. Sukakah salah seorang diantara mu memakan
daging saudaranya yang sudah menjadi bangkai, maka tentulah kamu merasa jijik.
Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha menerima taubat lagi maha
penyayang." (QS. Al-Hudzurot: 12)
"Aku ini bagaimana prasangka hambaku kalau ia berprasangka baik maka ia akan
mendapat kebaikan, bila ia berprasangka buruk maka keburukan akan
menimpanya."
Buruk sangka atau su`udzon dapat merusak hati kita, merusak kebahagiaan kita,
merusak akhlak kita, juga merusak apa yang dijanjikan Allah kepada kita. Orang
yang gemar berburuk sangka adalah sedusta-dustanya perkataan, dalam berbaik
sangka atau husnudzon bukannya membenarkan kesalahan tapi minimal kita jadi
tenang, kalau hati sudah tenang, pikiran jernih keputusan bisa kita ambil dengan
sikap yang tepat. Tetapi husnudzon itu hanya kepada orang yang beriman karena
41
jika husnudzon tidak menggunakan ilmu maka akan mendatangkan masalah buat
kita.
Wanita dilarang oleh Allah sembarang menerima tamu laki-laki, karena itu akan
membuat tidak aman dan akan mendatangkan fitnah bagi wanita tersebut. Oleh
karena itu menerima tamu di depan rumah bagi wanita bukannya menghina tamu
tapi demi keamanan dan menghindarkan fitnah dari orang lain. Jika kita berburuk
sangka kepada orang dan orangnya sudah meninggal, maka yang kita lakukan
adalah bertaubat dan minta ampun kepada Allah serta mendo`akan orang
tersebut.
Mudah-mudahan kita bisa memiliki hati yang jernih dan akan mengakibatkan
sikap kita pun menjadi jernih.
Ilmu Pembersih Hati
Ada sebait do'a yang pernah diajarkan Rasulullah SAW dan disunnahkan untuk
dipanjatkan kepada Allah Azza wa Jalla sebelum seseorang hendak belajar. do'a
tersebut berbunyi : Allaahummanfa'nii bimaa allamtanii wa'allimnii maa yanfa'uni
wa zidnii ilman maa yanfa'unii. dengan do'a ini seorang hamba berharap
dikaruniai oleh-Nya ilmu yang bermamfaat.
Apakah hakikat ilmu yang bermamfaat itu? Secara syariat, suatu ilmu disebut
bermamfaat apabila mengandung mashlahat - memiliki nilai-nilai kebaikan bagi
sesama manusia ataupun alam. Akan tetapi, mamfaat tersebut menjadi kecil
artinya bila ternyata tidak membuat pemiliknya semakin merasakan kedekatan
kepada Dzat Maha Pemberi Ilmu, Allah Azza wa Jalla. Dengan ilmunya ia
mungkin meningkat derajat kemuliaannya di mata manusia, tetapi belum tentu
meningkat pula di hadapan-Nya.
Oleh karena itu, dalam kacamata ma'rifat, gambaran ilmu yang bermamfaat itu
sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh seorang ahli hikmah. "Ilmu yang
berguna," ungkapnya, "ialah yang meluas di dalam dada sinar cahayanya dan
membuka penutup hati." seakan memperjelas ungkapan ahli hikmah tersebut,
Imam Malik bin Anas r.a. berkata, "Yang bernama ilmu itu bukanlah kepandaian
atau banyak meriwayatkan (sesuatu), melainkan hanyalah nuur yang diturunkan
Allah ke dalam hati manusia. Adapun bergunanya ilmu itu adalah untuk
mendekatkan manusia kepada Allah dan menjauhkannya dari kesombongan diri."
Ilmu itu hakikatnya adalah kalimat-kalimat Allah Azza wa Jalla. Terhadap
ilmunya sungguh tidak akan pernah ada satu pun makhluk di jagat raya ini yang
bisa mengukur Kemahaluasan-Nya. sesuai dengan firman-Nya, "Katakanlah : Kalau
sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menuliskan) kalimat-kalimat Tuhanku,
sungguh habislah lautan itu sebelum habis (dituliskan) kalimat-kalimat Tuhanku,
42
meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)." (QS. Al Kahfi [18] :
109).
Adapun ilmu yang dititipkan kepada manusia mungkin tidak lebih dari setitik air
di tengah samudera luas. Kendatipun demikian, barangsiapa yang dikaruniai ilmu
oleh Allah, yang dengan ilmu tersebut semakin bertambah dekat dan kian takutlah
ia kepada-Nya, niscaya "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." (QS.
Al Mujadilah [58] : 11). Sungguh janji Allah itu tidak akan pernah meleset sedikit
pun!
Akan tetapi, walaupun hanya "setetes" ilmu Allah yang dititipkan kepada mnusia,
namun sangat banyak ragamnya. ilmu itu baik kita kaji sepanjang membuat kita
semakin takut kepada Allah. Inilah ilmu yang paling berkah yang harus kita cari.
sepanjang kita menuntut ilmu itu jelas (benar) niat maupun caranya, niscaya kita
akan mendapatkan mamfaat darinya.
Hal lain yang hendaknya kita kaji dengan seksama adalah bagaimana caranya agar
kita dapat memperoleh ilmu yang sinar cahayanya dapat meluas di dalam dada
serta dapat membuka penutup hati? Imam Syafii ketika masih menuntut ilmu,
pernah mengeluh kepada gurunya. "Wahai, Guru. Mengapa ilmu yang sedang
kukaji ini susah sekali memahaminya dan bahkan cepat lupa?" Sang guru
menjawab, "Ilmu itu ibarat cahaya. Ia hanya dapat menerangi gelas yang bening
dan bersih." Artinya, ilmu itu tidak akan menerangi hati yang keruh dan banyak
maksiatnya.
Karenanya, jangan heran kalau kita dapati ada orang yang rajin mendatangi
majelis-majelis ta'lim dan pengajian, tetapi akhlak dan perilakunya tetap buruk.
Mengapa demikian? itu dikarenakan hatinya tidak dapat terterangi oleh ilmu.
Laksana air kopi yang kental dalam gelas yang kotor. Kendati diterangi dengan
cahaya sekuat apapun, sinarnya tidak akan bisa menembus dan menerangi isi gelas.
Begitulah kalau kita sudah tamak dan rakus kepada dunia serta gemar maksiat,
maka sang ilmu tidak akan pernah menerangi hati.
Padahal kalau hati kita bersih, ia ibarat gelas yang bersih diisi dengan air yang
bening. Setitik cahaya pun akan mampu menerangi seisi gelas. Walhasil, bila kita
menginginkan ilmu yang bisa menjadi ladang amal shalih, maka usahakanlah
ketika menimbanya, hati kita selalu dalam keadaan bersih. hati yang bersih adalah
hati yang terbebas dari ketamakan terhadap urusan dunia dan tidak pernah
digunakan untuk menzhalimi sesama. Semakin hati bersih, kita akan semakin
dipekakan oleh Allah untuk bisa mendapatkan ilmu yang bermamfaat. darimana
pun ilmu itu datangnya. Disamping itu, kita pun akan diberi kesanggupan untuk
menolak segala sesuatu yang akan membawa mudharat.
43
Sebaik-baik ilmu adalah yang bisa membuat hati kita bercahaya. Karenanya, kita
wajib menuntut ilmu sekuat-kuatnya yang membuat hati kita menjadi bersih,
sehingga ilmu-ilmu yang lain (yang telah ada dalam diri kita) menjadi bermamfaat.
Bila mendapat air yang kita timba dari sumur tampak keruh, kita akan mencari
tawas (kaporit) untuk menjernihkannya. Demikian pun dalam mencari ilmu. Kita
harus mencari ilmu yang bisa menjadi "tawas"-nya supaya kalau hati sudah bening,
ilmu-ilmu lain yang kita kaji bisa diserap seraya membawa mamfaat.
Mengapa demikian? Sebab dalam mengkaji ilmu apapun kalau kita sebagai
penampungnya dalam keadaan kotor dan keruh, maka tidak bisa tidak ilmu yang
didapatkan hanya akan menjadi alat pemuas nafsu belaka. Sibuk mengkaji ilmu
fikih, hanya akan membuat kita ingin menang sendiri, gemar menyalahkan
pendapat orang lain, sekaligus aniaya dan suka menyakiti hati sesama. Demikian
juga bila mendalami ilmu ma'rifat. Sekiranya dalam keadan hati busuk, jangan
heran kalau hanya membuat diri kita takabur, merasa diri paling shalih, dan
menganggap orang lain sesat.
Oleh karena itu, tampaknya menjadi fardhu ain hukumnya untuk mengkaji ilmu
kesucian hati dalam rangka ma'rifat, mengenal Allah. Datangilah majelis pengajian
yang di dalamnya kita dibimbing untuk riyadhah, berlatih mengenal dan
berdekat-dekat dengan Allah Azza wa Jalla. Kita selalu dibimbing untuk banyak
berdzikir, mengingat Allah dan mengenal kebesaran-Nya, sehingga sadar betapa
teramat kecilnya kita ini di hadapan-Nya.
Kita lahir ke dunia tidak membawa apa-apa dan bila datang saat ajal pun pastilah
tidak membawa apa-apa. Mengapa harus ujub, riya, takabur, dan sum'ah. Merasa
diri besar, sedangkan yang lain kecil. Merasa diri lebih pintar sedangkan yang lain
bodoh. Itu semua hanya karena sepersekian dari setetes ilmu yang kita miliki?
Padahal, bukankah ilmu yang kita miliki pada hakikatnya adalah titipan Allah jua,
yang sama sekali tidak sulit bagi-Nya untuk mengambilnya kembali dari kita?
Subhanallaah! Mudah-mudahan kita dimudahkan oleh-Nya untuk mendapatkan
ilmu yang bisa menjadi penerang dalam kegelapan dan menjadi jalan untuk dapat
lebih bertaqarub kepada-Nya.***
Indahnya Hidup Bersahaja
Bismillahirrohmaanirrohiim,
Saudara-saudaraku Sekalian,
Kita tidak perlu bercita-cita membangun kota Jakarta, lebih baik kita bercita-cita
tiap orang bisa membangun dirinya sendiri. Paling minimal punya daya tahan
44
pribadi terlebih dahulu. Karenanya sebelum ia memperbaiki keluarga dan
lingkungannya minimal dia mengetahui kekurangan dirinya. Jangan sampai kita
tidak mengetahui kekurangan sendiri. Jangan sampai kita bersembunyi dibalik jas,
dasi dan merk. Jangan sampai kita tidak mempunyai diri kita sendiri. Jadi target
awal dari pertemuan kita adalah membuat kita berani jujur kepada diri sendiri.
Mengapa demikian? Sebab seorang bapak tidak bisa memperbaiki keluarganya,
kalau ia tidak bisa memperbaiki dirinya sendiri. Jangan mengharap memperbaiki
keluarga kalau memperbaiki diri sendiri saja tidak bisa. Bagaimana berani
memperbaiki diri, jika tidak mengetahui apa yang mesti diperbaiki.
Kita harus mengawali segalanya dengan egois dahulu, sebab kita tidak bisa
memperbaiki orang lain kalau diri sendiri saja tidak terperbaiki. Seorang ustad
akan terkesan omong kosong, jika ia berbicara tentang orang lain agar
memperbaiki diri sedang ia sendiri tidak benar. Dalam bahasa Al-Qur’an, "Sangat
besar kemurkaan Allah terhadap orang berkata yang tidak diperbuatnya".
Mudah-mudahan seorang ibu yang tersentuh mulai mengajak suaminya. Seorang
anak mengajak orang tuanya, di kantor seorang bos yang berusaha memperbaiki
diri diperhatikan oleh bawahannya dan membuat mereka tersentuh. Seorang
kakek dilihat oleh cucunya kemudian tersentuh.
Mudah-mudahan dengan kegigihan memperbaiki diri nantinya daya tahan rumah
mulai membaik. Kalau sudah daya tahan rumah membaik insyaAllah, kita bisa
berbuat banyak untuk bangsa kita ini. Mudah-mudahan nanti setiap rumah tangga
visinya tentang hidup ini menjadi baik.
Tahap selanjutnya adalah mau dibawa kemana rumah tangga kita ini, apakah mau
bermewah-mewahan, mau pamer bangunan dan kendaraan atau rumah tangga
kita ini adalah rumah tangga yang punya kepribadian yang nantinya akan menjadi
nyaman. Jangan sampai rumah tangga kita ini menjadi rumah tangga yang
hubuddunya, karena semua penyakit akarnya dari cinta dunia ini. Orang sekarang
menyebutnya materialistis.
Bangsa ini roboh karena pecinta dunianya terlalu banyak. Acara tv membuat kita
menjadi yakin bahwa dunia ini alat ukurnya adalah materi. Pelan tapi pasti kita
harus mulai mengatakan dunia ini tidak ada apa-apanya. Di dunia ini kita hanya
mampir. Dengan konsep yang kita kenal yaitu rumus ‘tukang parkir’. Yang tadinya
bangga dengan merk menjadi malu dengan topeng yang dikenakannya. Nanti
pelan-pelan akanmenjadi begitu.
Bukannya kita harus hidup miskin. Nanti akan terjadi suasana di rumah tidak
goyah, lebih sabar, melihat dunia menjadi tidak ada apa-apanya dan tidak
sombong. Lihat kembali rumus ‘tukang parkir’
, ia punya mobil tidak sombong, mobilnya ganti-ganti tidak takabur, diambil satu
45
persatu sampai habis tidak sakit hati. Mengapa ? karena tukang parkir tidak merasa
memiliki hanya tertitipi.
Ketika melihat orang kaya biasa saja karena sama saja cuma menumpang di dunia
ini jadi tidak menjilat, kepada atasan tidak minder, suasana kantor yang iri dan
dengki jadi minimal.
Saudara-saudaraku Sekalian,
Jadi visi kita terhadap dunia ini akan berbeda. Kita tidak bergantung lagi kepada
dunia, tidak tamak, tidak licik, tidak serakah. Hidup akan bersahaja dan
proporsional.
Sekarang kita sedang krisis, masa ini dapat menjadi momentum karena dengan
krisis harga-harga naik, kecemasan orang meningkat, ini kesempatan kita buat
berdakwah.
Mau naik berapa saja harganya tidak apa-apa yang penting terbeli. Jika tidak
terjangkau jangan beli, yang penting adalah kebutuhan standar tercukupi. Orang
yang sengsara bukan tidak cukup tetapi karena kebutuhannya melampaui batas.
Padahal Allah menciptakan kita lengkap dengan rezekinya.
Mulai dari buyut kita yang lahir ke dunia tidak punya apa-apa sampai akhir
hayatnya masih makan dan dapat tempat berteduh terus. Orang tua kita lahir tidak
membawa apa-apa sampai saat ini masih makan terus, berpakaian, dan berteduh.
Begitu pula kita sampai hari ini. Hanya saja disaat krisis begini kita harus lebih
kreatif. Mustahil Allah menciptakan manusia tanpa rezekinya kita akan bingung
menghadapi hidup. Semua orang sudah ada rezekinya.
Dan barangsiapa yang hatinya akrab dengan Allah dan yakin segala sesuatu milik
Allah, tiada yang punya selain Allah, kita milik Allah. Kita hanya mahluk dan
yang membagi, menahan dan mengambil rezeki adalah Allah. Orang yang yakin
seperti itu akan dicukupi oleh Allah.
Jadi kecukupan kita bukan banyak uang, tetapi kecukupan kita itu bergantung
dengan keyakinan kita terhadap Allah dan berbanding lurus dengan tingkat
tawakal. Allah berjanji "Aku adalah sesuai dengan prasangka hamba-Ku". Jadi
jangan panik. Allah penguasa semesta alam.
Ini kesempatan buat kita untuk mengevaluasi pola hidup kita. Yang membuat kita
terjamin adalah ketawakalan. Jadi yang namanya musibah bukan kehilangan uang,
bukan kena penyakit, musibah itu adalah hilangnya iman. Dan orang yang cacat
adalah yang tidak punya iman, ia gagal dalam hidup karena tidak mengerti mau
kemana.
46
Jadi kita tidak punya alasan untuk panik. Krisis seperti ini ada diman-mana, kita
harus kemas agar berguna bagi kita. Kita tidak bisa mengharapkan yang terbaik
terjadi pada diri kita, tapi kita bisa kemas agar menjadi yang terbaik bagi diri kita.
Kita tidak bisa mengharapkan orang menghormati kita, tapi kita bisa membuat
penghinaan orang menjadi yang terbaik bagi diri kita.
Hal pertama yang harus kita jadikan rahasia kecukupan kita adalah ketawakalan
kita dan kedua adalah prasangka baik kepada Allah, yang ketiga adalah
Lainsakartum laadziddanakum,"Barangsiapa yang pandai mensyukuri nikmat yang
ada, Allah akan membuka nikmat lainnya. Jadi jangan takut dengan belum ada,
karena yang belum ada itu mesti ada kalau pandai mensyukuri yang telah ada.
Jadi dari pada kita sibuk memikirkan harga barang yang naik lebih baik
memikirkan bagaimana mensyukuri yang ada. Karena dengan mensyukuri nikmat
yang ada akan menarik nikmat yang lainnya. Jadi nikmat itu sudah tersedia.
Jangan berpikir nikmat itu uang. Uang bisa jadi fitnah. Ada orang yang dititipi
uang oleh Allah malah bisa sengsara, karena ia jadi mudah berbuat maksiat. Yang
namanya nikmat itu adalah sesuatu yang dapat membuat kita dekat dengan Allah.
Jadi jangan takut soal besok/lusa, takutlah jika yang ada tidak kita syukuri.
Satu contoh hal yang disebut kurang syukur dalam hidup itu adalah kalau hidup
kita itu Ishro yaitu berlebihan, boros, dan bermewah-mewahan. Hati-hati yang
suka hidup mewah, yang senang kepada merk itu adalah kufur nikmat. Mengapa?
Karena setiap Allah memberi uang itu ada hitungannya. Mereka yang terbiasa
glamour, hidup mewah, yang senang kepada merk termasuk yang akan menderita
karena hidupnya akan biaya tinggi. Pasti merk itu akan berubah-ubah tidak akan
terus sama dalam dua puluh tahun. Harus siap-siap menderita karena akan
mengeluarkan uang banyak utnuk mengejar kemewahannya, untuk menjaganya
dan untuk perawatannya.
Dia juga akan disiksa oleh kotor hati yaitu riya'. Makin mahal tingkat pamernya
makin tinggi. Dan pamer itu membutuhkan pikiran lebih, lelah dan tegang karena
rampok akan berminat. Inginnya diperlihatkan tapi takut dirampok jadinya
pening. Makin tinggi keinginan pamer makin orang lain menjadi iri/dengki.
Pokoknya kalau kita terbiasa hidup mewah resikonya tinggi. Ketentraman tidak
terasa. Hal yang bagus itu adalah yang disebut syukur yaitu hidup bersahaja atau
proporsional. Kalau Amirul Mukminin hidupnya sangat sederhana, kalau seperti
kita ini hidup bersahaja saja, biaya dan perawatan akan murah.
Kalau kita terbiasa hidup bersahaja peluang riyanya kecil. Tidak ada yang perlu
dipamerkan. Bersahaja tidak membuat orang iri. Dan anehnya orang yang
bersahaja itu punya daya pikat tersendiri. Pejabat yang bersahaja akan menjadi
pembicaraan yang baik. Artis yang sholeh dan bersahaja selalu bikin decak kagum.
Ulama yang bersahaja itu juga membuat simpati.
47
Juga harus hati-hati kita sudah capai-capai hidup glamor belum tentu dipuji
bahkan saat sekarang ini akan dicurigai.Yang paling penting sekarang ini kita
nikmati budaya syukur dengan hidup proporsional.
Jangan capai dengan gengsi, hal itu akan membuat kita binasa. Miliki kekayaan
pada pribadi kita bukan pada topeng kita. Percayalah rekan-rekan sekalian kita
akan menikmati hidup ini jika kita hidup proporsional.
Nabi Muhammad SAW tidak memiliki singgasana, istana bahkan tanda jasa
sekalipun hanya memakai surban Tetapi tidak berkurang kemuliaanya sedikitpun
sampai sekarang. Ada orang kaya dapat mempergunakan kekayaannya. Dia bisa
beruntung jika ia rendah hati dan dermawan. Tapi ia bisa menjadi hina gara-gara
pelit dan sombong. Ada orang sederhana ingin kelihatan kaya inilah yang akan
menderita. Segala sesuatu dikenakan, segalanya dicicil, dikredit. Ada juga orang
sederhana tapi dia menjadi mulai karena tidak meminta-minta, jadi terjaga harga
dirinya. Dan ada orang yang mampu dan ia menahan dirinya ini akan menjadi
mulia.
Mulai sekarang tidak perlu tergiur untuk membeli yang mahal-mahal, yang
bermerk. Supermarket, mal dan sebagainya itu sebenarnya tidak menjual barangbarang
primer. Allah Maha Menyaksikan.
Apa yang dianjurkan Islam adalah jangan sampai mubadzir. Rasul SAW itu kalau
makan sampai nasi yang terakhir juga dimakan, karena siapa tahu disitulah
barokahnya. Kalau kita ke undangan pesta jangan mengambil makanan
berlebihan. Ini sangat tidak islami. Memang kita enak saja rasanya tapi demi Allah
itu pasti dituntut oleh Allah. Dan itu mempengaruhi struktur rezeki kita, karena
kita sudah kufur nikmat. Kita harus bisa mempertanggungjawabkan setiap
perbuatan kita karena tidak ada yang kecil dimata Allah. Tidak ada pemborosan
karena semua dihitung oleh Allah.
Contohnya mandi, kalau bisa bersih dengan lima sampai tujuh gayung tapi
mengapa harus dua puluh gayung. Kita mampu beli air tetapi bukan untuk boros.
Ini penting kalau ingin barokah rezekinya, hematlah kuncinya.
Kalau merokok biaya yang kita keluarkan adalah besar hanya untuk membuang
asap dari mulut kita. Jangan cari alasan. Seharusnya sudah saatnya berhenti
merokok. Cobalah ingat ini uang milik Allah.
Kemudian sabun mandi, jangan memakai sesuka kita, takarlah atau kalau perlu
pakai sabun batangan. Kenapa kalau kita bisa hemat tidak kita lakukan. Uang
penghematan kita bisa gunakan untuk sedekah atau menolong orang yang lebih
membutuhkan. Sedekah itu tidak akan mengurangi harta kita kecuali bertambah
48
dan bertambah.
Ini pelajaran supaya hidup kita dijamin oleh Allah. Kita tidak bisa terjamin oleh
harta/tabungan, kalau Allah ingin membuat penyakit seharga dua kali tabungan
kita sangat gampang bagi Allah. Tidak ada yang dapat menjamin kita kecuali Allah
oleh karena itu jangan merasa aman dengan punya tabungan, tanah, dan warisan.
Dengan gampang Allah dapat mengambil itu semua tanpa terhalang. Aman itu
justru kalau kita bisa dekat dengan Allah. Mati-matian kita jaga kesehatan, kalau
Allah inginkan lain gampang saja. Semua harta tidak bisa kita nikmati, tetapi kalau
Allah melindungi kita Insya Allah.
Marilah hidup hemat, tetapi hemat bukan berarti pelit. Proporsional atau adil
adalah puncak dari ahlak Contohnya HP, kalau tidak terlalu perlu jual saja lagi.
Janganlah dimiliki kalau hanya untuk gaya saja. Penghematan akan mengundang
barokah inilah yang disebut syukur nikmat. Tujuan bukan mencari uangnya tetapi
mempertanggung jawabkan setiap rupiah yang Allah titipkan.
Hal lain yang membuat barokah adalah jika kita dapat mendayagunakan semua
barang-barang kita. Di gudang kita pasti banyak barang yang tidak kita pakai tetapi
sayang untuk dibuang. Coba lihat lemari pakaian kita banyak baju-baju lama,
begitu juga sepatu-sepatu lama kita. Keluarkanlah barang-barang yang tidak
berharga tersebut.
Misalkan dirumah kita ada panci yang sudah rongsokan, jika kita keluarkan
ternyata merupakan panci idaman bagi orang lain. Di rumah kita tidak terpakai
tetapi jika dipakai orang lain dengan kelapangannya dan mengeluarkan doa bisa
jadi itulah yang membuat kita terjamin.
Kalau kita ikhlas, demi Allah itu lebih menjamin rezeki kita daripada tidak
terpakai di rumah. Setiap barang-barang yang tidak bermanfaat tetapi bermanfaat
bagi orang lain itulah pengundang rezeki kita. Bersihkan rumah kita dari barangbarang
yang tidak berguna. Lebih baik rusak digunakan orang lain daripada rusak
dibiarkan di rumah, itu akan barokah rezekinya.
Ini kalau kita ingin terjamin, namanya teori barokah. Kita tidak akan terjamin
dengan teori ekonomi manapun. Sudah berapa banyak sarjana ekonomi yang
dihasilkan oleh universitas di negeri ini tetapi Indonesia masih saja babak belur.
Rumusnya pertama adalah bersahaja, kedua adalah total hemat, ketiga adalah
keluarkan yang tidak bermanfaat, yang keempat adalah setiap kita mengeluarkan
uang harus menolong orang lain atau manfaat.
Kalau mau belanja niatkan jangan hanya mencari barang tetapi juga menolong
orang. Belilah barang di warung pengusaha kecil yang dapat menolong omzetnya.
49
Hati-hati dengan menawar, pilihannya kalau itu merupakan hal yang adil. Jangan
bangga kalau kita berhasil menawar. Nabi Muhammad SAW bahkan kalau beli
barang dilebihkan uangnya dari harga barang yang sebenarnya. Tidak akan
berkurang harta dengan menolong orang. Jangan memilih barang-barang yang
bagus semua pilihlah yang jeleknya sebagian. Kita itu untung jika membuat
sebanyak mungkin orang lain untung. Jangan jadi bangga ketika kita sendiri
untung orang lain tidak.
Jika kita jadi pengusaha, kita jadi kaya ketika karyawannya diperas tenaganya,
gajinya hanya pas buat makan, sedang kita berfoya-foya, demi Allah kita akan
rugi. Pengusaha Islam sejati tidak akan berfoya-foya, ia akan menikmati
karyawannya sejahtera. Sehingga tidak timbul iri, yang ada adalah cinta. Cinta
membuat kinerja lebih bagus, perusahaan lebih sehat. Kalau kapitalis,
pengusahanya bermewah-mewah ketika bawahannya menderita. Jadi timbul
dendam dan iri setiap ada kesempatan akan marah seperti yang terjadi di Bandung
kemarin. Tetapi kalau kita senang mensejahterakan mereka, anaknya kita
sekolahkan. Dia merasa puas dan itulah namanya keuntungan.
Jadi mulai sekarang setiap membelanjakan uang harus menolong orang,
membangun ekonomi umat. Jadi setiap keluar harus multi manfaat bukan hanya
dapat barang. Dengan membeli barang di warung kecil mungkin uangnya untuk
menyekolahkan anaknya, membeli sejadah, membeli mukena, Subhanallah.
Saudara-saudaraku Sekalian,
Jadi krisis seperti ini akan berdampak positif kalau kita bisa mengemasnya dengan
baik. Nantinya ketika strategi rumah kita sudah bersahaja, kehidupan kita jadi
efisien, anak-anak terbiasa hidup hemat, kita di rumah tidak mempunyai beban
dengan banyaknya barang.
Barang yang ada di rumah harus ada nilai tambahnya, bukan biaya tambah. Setiap
blender harus ada nilai produktifnya misalnya untuk membuat jus kemudian
dijual, pasti barokah. Bukannya membuat biaya tambah karena harus diurus,
dirawat dan membutuhkan pengamanan, barang yang seperti ini tidak boleh ada
di rumah kita. Rezeki kita pasti ada tinggal kita kreatif saja. Tidak perlu panik
Allah Maha Kaya.
Sebagai amalan lainnya, dalam situasi sesulit apapun tetaplah menolong orang lain
karena setiap kita menolong orang lain kita pasti ditolong oleh Allah. Jika makin
pahit, makin getir harus makin produktif bagi orang lain. Baik sukses maupun
tidak tetap lakukan dimanapun kita berada. Ketika kita sedang berjalan kaki,
kemudian ada mobil yang hendak parkir bisa kita beri aba-aba. Ketika kita
menyetir mobil ada yang mau menyebrang, dahulukan saja, kita tidak tahu apa
yang akan menimpa kita esok hari. Ketika kita sedang mengantri ada orang yang
memotong, berhentilah sebentar, dengan mengalah berhenti barang lima menit
50
tetapi membuat banyak orang bahagia.
Jadi insya Allah kalau hati kita sudah berbenah baik, krisis ini akan lebih membuat
hidup kita lurus. Hidup ini tidak akan kemana-mana kecuali menunggu mati.
Latihlah supaya kita sadar bahwa kita pasti mati tidak membawa apa-apa. Kita
hanya mampir sebentar di dunia ini.
Alhamdulilahirobil’alamin
Indahnya Kasih Sayang
Mahasuci Allah, zat yang mengaruniakan kasih sayang kepada makhluk-makhluk-
Nya. Tidaklah kasih sayang melekat pada diri seseorang, kecuali akan
memperindah orang tersebut, dan tidaklah kasih sayang akan terlepas dari diri
seseorang, kecuali akan memperburuk dan menghinakan orang tersebut.
Betapa tidak? Jikalau kemampuan kita menyayangi orang lain tercabut, maka
itulah biang dari segala bencana, karena kasih sayang Allah Azza wa Jalla ternyata
hanya akan diberikan kepada orang-orang yang masih hidup kasih sayang di
qolbunya.
Karenanya, tidak bisa tidak, kita harus berjuang dengan sekuat tenaga agar hati
nurani kita hidup. Tidak berlebihan jikalau kita mengasahnya dengan merasakan
keterharuan dari kisah-kisah orang yang rela meluangkan waktu untuk
memperhatikan orang lain. Kita dengar bagaimana ada orang yang rela
membacakan buku, koran, atau juga surat kepada orang-orang tuna netra, sehingga
mereka bisa belajar, bisa dapat informasi, dan bisa mendapatkan ilmu yang lebih
luas.
Rasulullah SAW dalam hal ini bersabda, "Allah SWT mempunyai seratua rahmat
(kasih sayang), dan menurunkan satu rahmat (dari seratus rahmat) kepada jin,
manusia, dan hewan melata. Dengan rahmat itu mereka saling berbelas kasihan
dan berkasih sayang, dan dengannya pula binatang-binatang buas menyayangi
anak-anaknya. Dan (Allah SWT) menangguhkan 99 bagian rahmat itu sebagai
kasih sayang-Nya pada hari kiamat nanti." (HR. Muslim)
Dari hadits ini nampaklah, bahwa walau hanya satu rahmat-Nya yang diturunkan
ke bumi, namun dampaknya bagi seluruh makhluk sungguh luar biasa dahsyatnya.
Kasih sayang dapat diibaratkan sebuah mata air yang bergejolak keinginannya
untuk melepaskan beribu-ribu kubik air bening yang membuncah dari dalamnya
tanpa pernah habis. Kepada air yang telah mengalir untuk selanjutnya menderas
51
mengikuti alur sungai menuju laut, mata air sama sekali tidak pernah
mengharapkan ia kembali.
Tidak ada salahnya agar muncul kepekaan kita menyayangi orang lain, kita
menyayanginya dengan menyayangi kita dulu.
Jangan meremehkan makhluk ciptaan Allah, sebab tidaklah Allah menciptakan
makhluk-Nya dengan sia-sia. Semua yang Allah ciptakan syarat dengan ilmu,
hikmah, dan ladang amal. Semua yang bergerak, yang terlihat, yang terdengar, dan
apa saja karunia dari Allah Azza wa Jalla adalah jalan bagi kita untuk bertafakur
jikalau hati ini bisa merabanya dengan penuh kasih sayang.
Bagi orang yang tidak hidup kasih sayang di qolbunya, ketika datang orang yang
akan meminjam uang, justru yang terlintas dalam pikirannya seolah-olah harta
yang dimilikinya akan diambil oleh dia, bukannya memberi, malah dia ketakutan
hartanya akan habis atau bahkan jatuh miskin.
Ingatlah bahwa hidupnya hati hanya bisa dibuktikan dengan apa yang bisa kita
lakukan untuk orang lain dengan ikhlas. Apa artinya hidup kalau tidak punya
mamfaat? Padahal hidup di dunia cuma sekali dan itupun hanya mampir sebentar
saja. Insya Allah bagi yang telah tumbuh kasih sayang di qolbunya, Allah Azza wa
Jalla, Zat yang Maha Melimpah Kasih Sayang-Nya akan mengaruniakan ringannya
mencari nafkah dan ringan pula dalam menahkahkannya di jalan Allah, ringan
dalam mencari ilmu dan ringan pula mengajarkannya kepada orang lain.
Cara lain yang dianjurkan Rasulullah SAW untuk menghidupkan hati nurani agar
senantiasa diliputi nur kasih sayang dengan melakukan banyak silaturahmi kepada
orang-orang yang dilanda kesulitan. Belajarlah terus untuk melihat orang yang
kondisinya jauh di bawah kita, Insya Allah hati kita akan melembut karena
senantiasa tercahayai pancaran sinar kasih sayang. Dan berhati-hatilah bagi orang
yang bergaulnya hanya dengan orang-orang kaya, orang-orang terkenal, artis, atau
orang-orang elit lainnya, karena yang muncul justru rasa minder dan perasaan
kurang dan kurang akan dunia ini, Masya Allah.
Jalin Kebersamaan
Saudara-saudaraku warga Bandung yang budiman, sudah kita saksikan dan kita
rasakan bersama betapa tindakan-tindakan yang tidak bijaksana, bahkan anarkis
(membuat kerusakan) selain tidak menyelesaikan masalah, yang terjadi malah
menambah masalah. Betapa tindakan-tindakan yang membuat kerusakan dimana
pun dan kapan pun ternyata mengakibatkan beragam masalah yang tiba-tiba
52
muncul, secara diduga atau tidak. Diantara akibat yang dapat kita amati dari
kejadian aksi anarkis yang terjadi di kota tercinta ini adalah :
Pertama, nama baik warga kota tercinta ini menjadi tercoreng. Betapa seluruh
warga merasakan aib dan malu yang tentu tidak begitu saja untuk melupakannya.
Lebih dari itu, tidak begitu mudah pula bagi kita untuk mengembalikan citra kota
tercinta ini sebagai kota yang aman, tenteram, damai, dan berperilaku mulia.
Kedua, bagi saudara-saudara kita yang khilaf melakukan perusakan dalam aksi
yang sepatutnya kita hormati bersama ini, maka justru institusi buruh yang
diatasnamakannya, kini harus menanggung citra yang kurang bagus. Sebagian
masyarakat merasa kurang berkenan dengan aksi-aksi yang membuat kerusakan
seperti ini, walaupun sangat mungkin kejadian ini bagian dari ulah provokator,
yang memang sedang mencari-cari kesempatan untuk memperkeruh keadaan kota
kita ini. Apalagi untuk mengembalikan citra sebagai kota yang cinta kedamaian ini
pun butuh waktu yang lama dan perjuangan keras.
Ketiga, timbul keresahan di masyarakat. Kejadian ini memunculkan pula suasana
masyarakat yang kurang nyaman. Aktivitas kehidupan sehari-hari terganggu,
kepentingan umat terabaikan, dan bahkan mengakibatkan warga yang
membutuhkan pelayanan kesehatan darurat pun tidak terlayani. Begitulah yang
dapat kita amati dari kejadian yang menimpa kota tercinta ini.
Saudara-saudaraku warga Bandung sekalian, kejadian ini sudah semestinya
menjadi pelajaran bagi kita semua. Dan diantara yang bisa kita ambil hikmahnya
adalah kita harus punya tekad yang sama untuk membangun kebersamaan di kota
tercinta ini. Jangan biarkan kekerasan menjadi solusi dari permasalahan yang ada.
Lebih dari itu masalah yang sedang menimpa kita semua adalah bagian dari
karunia Allah SWT yang dapat membuat kita menjadi lebih maju, lebih beradab,
dan lebih kuat dalam menghadapi masa yang akan datang, sepanjang kita
menyikapinya dengan cara yang benar. Bagi orang yang imannya kokoh tidak
pernah ada kejadian yang merugikan. Diberi nikmat kita bersyukur, syukur itulah
kebaikan. Diberi ujian kita bersabar, sabar itu pun kebaikan. Kerugian hanyalah
milik orang-orang yang tidak punya keyakinan yang kokoh dan tidak punya
akhlak yang mulia.
Oleh karenanya, dalam kondisi bangsa yang kurang kondusif ini, ada beberapa hal
yang dapat kita lakukan :
1. Marilah kita budayakan hidup bersahaja. Karena hidup bermewah-mewah,
hidup glamour, hidup senang kepada yang bermerek, hidup menjadi korban mode,
adalah hidup dengan biaya yang sangat tinggi. Hidup bersahaja terbukti membuat
hidup ini lebih indah, lebih murah, dan lebih terhormat. Apalagi dalam hidup
keseharian kita pun, kita akan lebih suka dan terpesona kepada orang yang gaya
53
hidupnya bersahaja dibanding dengan orang yang menyiksa diri dengan menjadi
korban mode, menjadi korban zaman, menjadi korban sesuatu yang tidak bernilai
dalam pandangan Allah SWT.
2. Marilah kita budayakan total hemat. Aktivitas apapun yang mampu kita hemat,
tanpa mengurangi produktivitas, ada baiknya jika kita lakukan penghematan. Yang
namanya rejeki tidak harus dari yang tidak ada, tapi dari yang ada kita hemat
sekuat kemampuan, maka itu pun menjadi rejeki karunia-Nya. Mulai sekarang
biasakanlah kita untuk menghemat listrik, air, minyak, bensin, ongkos, jajan, atau
apa saja yang bisa kita hemat. Lihatlah, kalau kita melakukan penghematan ini,
sepertinya kita akan kaget, karena walaupun dari satu sisi rejeki kita hanya sedikit
tapi kalau yang kecil-kecil kita hemat dan gabungkan maka akan menjadi sebuah
bekal yang lebih dari memadai.
3. Marilah kita biasakan hidup terencana dengan baik. Jangan melakukan apapun
tanpa direncanakan terlebih dahulu. Kita tahu rumusnya, "gagal dalam
merencanakan sama dengan merencanakan kegagalan". Bayangkan saja jikalau kita
berangkat ke suatu tempat tanpa peraencanaan yang matang, maka kita hanya
akan buang-buang waktu, buang-buang tenaga, dan buang-buang biaya saja.
Begitu pun dalam mengeluarkan anggaran kehidupan ini, biasakanlah kita menjadi
warga yang selalu merencanakan apapun yang akan kita lakukan. Insya Allah kita
akan hemat waktu, hemat biaya, hemat pikiran, dan lebih dari itu, dekat dengan
kesuksesan.
4. Marilah kita budayakan untuk selalu berhati-hati, berperhitungan, dan tidak
ceroboh. Kita tahu betapa banyak biaya yang keluar karena kecerobohan diri kita.
Kelalaian dalam berwirausaha, misalnya, akan membuat kita tertipu, kelalaian
menjaga diri akan membuat kita celaka. Setiap kecerobohan ternyata akan selalu
menguras biaya yang tinggi. Orang yang hidupnya selalu berhati-hati akan selalu
meminimalisir resiko, yang berarti meminimalisir pula kebutuhan-kebutuhan dan
biaya yang akan keluar jikalau kita ceroboh.
5. Allah Mahatahu kebutuhan kita lebih dari kita sendiri. Sesulit apapun keadaan,
rejeki kita tetap ada. Hanya saja kita harus lebih kreatif dan sungguh-sungguh.
Karenanya, marilah kita bersunguh-sungguh berikhtiar secara lahir, juga ikhtiar
batin dengan memperkuat ibadah kita. Diantaranya dengan shalat tepat pada
waktunya, setiap malam kita bertahajud, Senin – Kamis kita shaum, tiap hari kita
upayakan membaca Al-Qur’an, dan juga tiap hari kita usahakan untuk bersedekah
walaupun dalam keadan terbatas. Insya Allah dengan kekuatan fisik, kekuatan
pikir, dan kekuatan batin, maka semoga ujian yang menimpa kita semua ini malah
akan meningkatkan kualitas diri kita sehingga kita bisa menyongsong masa depan
yang lebih baik, lebih barokah, dan lebih sukses dunia maupun akhirat.
Selamat berjuang saudara-saudaraku.***
54
Keluarga Kunci Kesuksesan
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Seringkali kita dengar orang-orang yang membangunkarir bertahun-tahun
akhirnya terpuruk oleh kelakuan keluarganya. Ada yang dimuliakan di kantornya
tapi dilumuri aib oleh anak-anaknya sendiri, ada yang cemerlang karirnya di
perusahaan tapi akhirnya pudar oleh perilaku istrinya dan anaknya. Ada juga yang
populer di kalangan masyarakat tetapi tidak populer di hadapan keluarganya. Ada
yang disegani dan dihormati di lingkungannya tapi oleh anak istrinya sendiri
malah dicaci, sehingga kita butuh sekali keseriusan untuk menata strategi yang
tepat, guna meraih kesuksesan yang benar-benar hakiki. Jangan sampai kesuksesan
kita semu. Merasa sukses padahal gagal, merasa mulia padahal hina, merasa terpuji
padahal buruk, merasa cerdas padahal bodoh, ini tertipu!
Penyebab kegagalan seseorang diantaranya :
* Karena dia tidak pernah punya waktu yang memadaiuntuk mengoreksi dirinya.
Sebagian orang terlalu sibuk dengan kantor, urusan luar dari dirinya akibatnya dia
kehilangan fondasi yang kokoh. Karena orang tidak bersungguh-sungguh
menjadikan keluarga sebagai basis yang penting untuk kesuksesan.
* Sebagian orang hanya mengurus keluarga dengan sisa waktu, sisa pikiran, sisa
tenaga, sisa perhatian, sisa perasaan, akibatnya seperti bom waktu. Walaupun uang
banyak tetapi miskin hatinya. Walaupun kedudukan tinggi tapi rendah keadaan
keluarganya.
Oleh karena itulah, jikalau kita ingin sukses, mutlak bagi kita untuk sangat serius
membangun keluarga sebagai basis (base), Kita harus jadikan keluarga kita menjadi
basis ketentraman jiwa. Bapak pulang kantor begitu lelahnya harus rindu
rumahnya menjadi oase ketenangan. Anak pulang dari sekolah harus merindukan
suasana aman di rumah. Istri demikian juga. Jadikan rumah kita menjadi oase
ketenangan, ketentraman, kenyamanan sehingga bapak, ibu dan anak sama-sama
senang dan betah tinggal dirumah.Agar rumah kita menjadi sumber ketenangan,
maka perlu diupayakan:
# Jadikan rumah kita sebagai rumah yang selalu dekat dengan Allah SWT, dimana
di dalamnya penuh dengan aktivitas ibadah; sholat, tilawah qur'an dan terus
menerus digunakan untuk memuliakan agama Allah, dengan kekuatan iman,
ibadah dan amal sholeh yang baik, maka rumah tersebut dijamin akan menjadi
sumber ketenangan.
55
# Seisi rumah Bapak, Ibu dan anak harus punya kesepakatan untuk mengelola
perilakunya, sehingga bisa menahan diri agar anggota keluarga lainnya merasa
aman dan tidak terancam tinggal di dalam rumah itu, harus ada kesepakatan
diantara anggota keluarga bagaimana rumah itu tidak sampai menjadi sebuah
neraka.
# Rumah kita harus menjadi "Rumah Ilmu" Bapak, Ibu dan anak setelah keluar
rumah, lalu pulang membawa ilmu dan pengalaman dari luar, masuk kerumah
berdiskusi dalam forum keluarga; saling bertukar pengalaman, saling memberi
ilmu, saling melengkapi sehingga menjadi sinergi ilmu. Ketika keluar lagi dari
rumah terjadi peningkatan kelimuan, wawasan dan cara berpikir akibat masukan
yang dikumpulkan dari luar oleh semua anggota keluarga, di dalam rumah diolah,
keluar rumah jadi makin lengkap.
# Rumah harus menjadi "Rumah pembersih diri" karena tidak ada orang yang
paling aman mengoreksi diri kita tanpa resiko kecuali anggota keluarga kita. Kalau
kita dikoreksi di luar resikonya terpermalukan, aib tersebarkan tapi kalau
dikoreksi oleh istri, anak dan suami mereka masih bertalian darah, mereka akan
menjadi pakaian satu sama lain. Oleh karena itu,barangsiapa yang ingin terus
menjadi orang yang berkualitas, rumah harus kita sepakati menjadi rumah yang
saling membersihkan seluruh anggota keluarga. Keluar banyak kesalahan dan
kekurangan, masuk kerumah saling mengoreksi satu sama lain sehingga keluar
dari rumah, kita bisa mengetahui kekurangan kita tanpa harus terluka dan
tercorengkarena keluarga yang mengoreksinya.
# Rumah kita harus menjadi sentra kaderisasi sehingga Bapak-Ibu mencari nafkah,
ilmu, pengalaman wawasan untuk memberikan yang terbaik kepada anak-anak
kita sehingga kualitas anak atau orang lain yang berada dirumah kita, baik anak
kandung, anak pungut atau orang yang bantu-bantu di rumah, siapa saja akan
meningkatkan kualitasnya. Ketika kita mati, maka kita telah melahirkan generasi
yang lebih baik.
Tenaga, waktu dan pikiran kita pompa untuk melahirkan generasi-generasi yang
lebih bermutu, kelak lahirlah kader-kader pemimpin yang lebih baik. Inilah
sebuah rumah tangga yang tanggung jawabnya tidak hanya pada rumah tangganya
tapi pada generasi sesudahnya serta bagi lingkungannya.
Keluh Kesah
Hidup di kota besar semacam Jakarta atau Bandung membutuhkan kekuatan iman
dan kekuatan mental. Macet di perjalanan dalam waktu-waktu tertentu adalah
56
suatu permasalahan yang kadangkala sering kita hadapi. Tak heran bila untuk
sebuah perjalanan, kalau kita tidak memakai strategi yang bagus, tidak memakai
perencanaan yang matang, maka kemacetan akan benar-benar mencuri waktu
begitu lama. Terkadang bisa berjam-jam di jalan. Kalau saja tidak berusaha untuk
bening hati, sepertinya sepanjang jalan yang terjadi hanya dongkol dan marahmarah.
"Aduh , kapan sampainya! Aduh, kok ini lama banget! Aduh, kok macet
terus!" Mungkin ungkapannya seperti itu. Aduh dan aduh.
Padahal kata-kata aduh, kalau hanya tanda keluh kesah, sebetulnya tidak
menyelesaikan masalah. Justru kata-kata yang terlontar itu menunjukkan
ketidaksabaran kita. Apalagi tiba-tiba di pinggir jalan ada kendaraan lain berhenti
seenaknya. Kita boleh kecewa dan melihat ini sebagai sesuatu yang harus
diperbaiki. Tetapi, tidak berarti kita harus sengsara dengan marah-marah atau
berkeluh kesah. Mata terbeliak dan mulut kadang berucap "Minggir, dong!"
Mungkin inginnya menghardik seperti itu. Tetapi, alangkah lebih baiknya jika kita
menyapa dengan kata yang lemah lembut, "Maaf, Pak! Boleh agak ke pinggir
sedikit!" Ungkapan seperti ini nampaknya akan lebih ringan ke dalam hati, dari
pada melotot dengan menggunakan otot.
Boleh jadi kalau sudah banyak kedongkolan, selain akan banyak berkeluh kesah,
juga akan menjadikan diri lebih emosional. Ini yang paling merugikan. Bagi kita
maupun orang lain. Kita harus mengukur kehilangan waktu dalam beberapa menit
atau beberapa jam, padahal waktu tersebut sebenarnya dapat menjadi tambahan
ilmu dan kemampuan diri kita. Ada baiknya, selama perjalanan lengkapi diri
dengan sumber-sumber ilmu, baik berupa kaset ceramah, nasyid, atau kaset
murotal Qur’an. Sumber-sumber ini akan menambah percepatan keilmuan kita,
disamping akan membuat kita tidak tergoda untuk ber-aduh ria. "Aduh, terlambat
nih! Aduh, sialan kamu! Aduh, ada yang ketinggalan nih!" Kata-kata seperti ini
sebetulnya tidak perlu dikeluarkan! Karena tidak menyelesaikan masalah. Lebih
baik kita isi dengan do’a : "Ya Allah, semoga saya datang tepat waktu, semoga ada
jalan keluar dari kemacetan ini". Kata-kata ini akan lebih produktif dibandingkan
dengan kata "aduh".
Marilah kita meminimalisirkan keluh-kesah seperti ini. Apalagi bagi kita pun ada
kenikmatan tersendiri bila kita bicara lebih santun. Kesantunan akan membuat
batin kita lebih ringan dari pada berperilaku emosional. Lebih dari itu, kelembutan
akan mampu menaklukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan dengan kekerasan. Itu
sudah bagian dari rumusnya. Karena, kalau orang-orang keras dilawan dengan
kekerasan, maka itu akan merasa bagian dari dunianya. Tapi, kalau orang-orang
yang bertemperamen keras itu diberi kelembutan yang tulus dari lubuk hati yang
paling dalam, Isya Allah mereka akan terbawa lembut juga. Contohnya, orang
sekeras Umar bin Khattab atau Khalid bin Walid bisa jatuh tersengkur menagis
oleh lembutnya alunan Al-Qur’an.
57
Berkeluh kesah seringkali membuat kita terdramatisasi oleh masalah. Seakan-akan
rencana dan keinginan kita lebih baik daripada yang terjadi. Padahal, belum tentu.
Siapa tahu, di balik kejadian yang mengecewakan menurut kita, ternyata sarat
dengan perlindungan Allah dan sarat dengan terkabulnya harapan-harapan kita.
Tiap melakukan kekeliruan, kita ditolong Allah dengan memberikan tuntunan-
Nya. Tuntunan itu tidak harus dengan terkabulnya keinginan yang kita
mohonkan. Bisa jadi terkabulnya do’a itu bertolak belakang dengan yang kita
minta. Karena Allah Mahatahu di balik apapun keinginan kita. Baik keinginan
jangka pendek, maupun keinginan jangka panjang. Baik kerugian duniawi maupun
kerugian ukhrawi. Baik kerugian secara materi maupun secara kerugian mental.
Kita tidak bisa mendeteksi secara cermat. Kadang-kadang kita hanya
mendeteksinya sesuai dengan keperluan hawa nafsu kita.
Kelihatannya sepele mengaduh ini. Tetapi, itu akan menjadi kualifikasi
pengendalian diri kita. Ketahuilah bahwa kualitas seseorang itu tidak diukur
dengan sesuatu yang besar-besar, tetapi oleh yang kecil-kecil. Kalau kita ingin
melihat kompleks perumahan yang berkualitas, maka kita lihat saja panjang
pendek rumput di halamannya. Kalau berkualitas dan terawat dengan baik, maka
rumputnya pun akan nampak terawat dengan baik. Marilah kita respon setiap
kejadian demi kejadian dengan respon lisan yang positif. Mengapa? Karena setiap
respon akan mempengaruhi persepsi kita terhadap masalah yang kita hadapi dan
cara kita menyelesaikannya. Lebih dari itu akan berdampak pula kepada orangorang
di sekitar kita. Jadi, sapaan-sapaan, teguran-teguran, komentar-komentar,
celetukan-celetukan ini harus benar-benar bernilai produktif. Tidak hanya berarti
bagi diri kita, tetapi juga bagi orang di sekitar kita.
Apalagi keluh kesah termasuk penyakit hati, yaitu bentuk ketidaksabaran kita
dalam menerima ketentuan dari Allah. Ada hadits qudsi yang menyatakan bahwa
"Barang siapa yang tidak ridha terhadap ketentuan-Ku, dan tidak sabar atas
musibah dari-Ku, maka carilah Tuhan selain Aku." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadits qudsi ini, nampaklah bahwa segala apapun yang Allah karuniakan
kepada kita, maka kita harus menerimanya dengan ridha. Oleh karenanya, kita
tidak perlu banyak mengaduh atau berkeluh kesah. Sedapat mungkin kurangi
aduh-mengaduh ini. Jauh akan lebih produktif jikalau kita optimalkan waktu
dengan banyak berdo’a dan menambah kualitas keilmuan diri serta terus
menyempurnakan ikhtiar di jalan Allah yang diridhai.***
Kepompong Ramadhan
Semua amal anak Adam dapat dicampuri kepentingan hawa nafsu, kecuali shaum.
58
Maka sesungguhnya shaum itu semata-mata untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan
membalasnya (Hr. Bukhari Muslim).
Pernahkan Anda melihat seekor ulat bulu? Bagi kebanyakan orang, ulat burlu
memang menjijikkan bahkan menakutkan. Tapi tahukah Anda kalau masa hidup
seekor ulat ini ternyata tidak lama. Pada saatnya nanti ia akan mengalami fase
dimana ia harus masulk ke dalam kepompong selama beberapa hari. Setelah itu ia
pun akan keluar dalam wujud lain : ia menjelma menjadi seekor kupu-kupu yang
sangat indah. Jika sudah berbentuk demikian, siapa yang tidak menyukai kupukupu
dengan sayapnya yang beraneka hiasan indah alami? Sebagian orang bahkan
mungkin mencari dan kemudian mengoleksinya bagi sebagai hobi (hiasan)
ataupun untuk keperluan ilmu pengetahuan.
Semua proses itu memperlihatkan tanda-tanda Kemahabesaran Allah.
Menandakan betapa teramat mudahnya bagi Allah Azza wa Jalla, mengubah segala
sesuatu dari hal yang menjijikkan, buruk, dan tidak disukai, menjadi sesuatu yang
indah dan membuat orang senang memandangnya. Semua itu berjalan melalui
suatu proses perubahan yang sudah diatur dan aturannya pun ditentukan oleh
Allah, baik dalam bentuk aturan atau hukum alam (sunnatullah) maupun
berdasarkan hukum yang disyariatkan kepada manusia yakin Al Qur'an dan Al
Hadits.
Jika proses metamorfosa pada ulat ini diterjemahkan ke dalam kehidupan manusia,
maka saat dimana manusia dapat menjelma menjadi insan yang jauh lebih indah,
momen yang paling tepat untuk terlahir kemabli adalah ketika memasuki
Ramadhan. Bila kita masuk ke dalam 'kepompong' Ramadhan, lalu segala aktivitas
kita cocok dengan ketentuan-ketentuan "metamorfosa" dari Allah, niscaya akan
mendapatkan hasil yang mencengangkan yakni manusia yang berderajat muttaqin,
yang memiliki akhlak yang indah dan mempesona.
Inti dari badah Ramadhan ternyata adalah melatih diri agar kita dapat menguasai
hawa nafsu. Allah SWT berfirman, "Dan adapun orang-orang yang takut kepada
kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya maka
sesungguhnya syurgalah tempat tinggalnya." (QS. An Nazii'at [79] : 40 - 41).
Selama ini mungkin kita merasa kesulitan dalam mengendalikan hawa nafsu.
Kenapa? Karena selama ini pada diri kita terdapat pelatihan lain yang ikut
membina hawa nafsu kita ke arah yang tidak disukai Allah. Siapakah pelatih itu?
Dialah syetan laknatullah, yang sangat aktif mengarahkan hawa nafsu kita. Akan
tetapi memang itulah tugas syetan. apalagi seperti halnya hawa nafsu, syetan pun
memiliki dimensi yang sama dengan hawa nafsu yakni kedua-duanya sama-sama
tak terlihat. "Sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu, maka
anggaplah ia sebagai musuhmu karena syetan itu hanya mengajak golongannya
supaya menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala," demikian firman Allah
59
dalam QS. Al Fathir [25] : 6).
Akan tetapi kita bersyukur karena pada bulan Ramadhan ini Allah mengikat erat
syetan terkutuk sehingga kita diberi kesempatan sepenuhnya untuk bisa melatih
diri mengendalikan hawa nafsu kita. Karenanya kesempatan seperti ini tidak boleh
kita sia-siakan. Ibadah shaum kita harus ditingkatkan. Tidak hanya shaum atau
menahan diri dari hawa nafsu perut dan seksual saja akan tetapi juga semua
anggota badan kita lainnya agar mau melaksanakan amalan yang disukai Allah.
Jika hawa nafsu sudah bisa kita kendalikan, maka ketika syetan dipelas kembali,
mereka sudah tunduk pada keinginan kita. Dengan demikian, hidup kita pun
sepenuhnya dapat dijalani dengan hawa nafsu yang berada dalam keridhaan-Nya.
Inilah pangkal kebahagiaan dunia akhirat. Hal lain yang paling utama harus kita
jaga juga dalam bulan yang sarat dengan berkah ini adalah akhlak. Barang siapa
membaguskan akhlaknya pada bulan Ramadhan, Allah akan menyelamatkan dia
tatkala melewati shirah di mana banyak kaki tergelincir, demikianlah sabda
Rasulullah SAW.
Pada bulan Ramadhan ini, kita dianggap sebagai tamu Allah. Dan sebagai tuan
rumah, Allah sangat mengetahui bagaimana cara memperlakukan tamu-tamunya
dengan baik. Akan tetapi sesungguhnya Allah hanya akan memperlakukan kita
dengan baik jika kita tahu adab dan bagaimana berakhlak sebagai tamu-Nya. Salah
satunya yakni dengan menjaga shaum kita sesempurna mungkin. Tidak hanya
sekedar menahan lapar dan dahaga belaka tetapi juga menjaga seluruh anggota
tubuh kita ikut shaum.
Mari kita perbaiki segala kekurangan dan kelalaian akhlak kita sebagai tamu Allah,
karena tidak mustahil Ramadhan tahun ini merupakan Ramadhan terakhir yang
dijalani hidup kita, jangan sampai disia-siakan.
Semoga Allah Yang Maha Menyaksikan senantiasa melimpahkan inayah-Nya
sehingga setelah 'kepompong' Ramadhan ini kita masuki, kita kembali pada kefitri-
an bagaikan bayi yang baru lahir. Sebagaimana seekor ulat bulu yang keluar
menjadi seekor kupu-kupu yang teramat indah dan mempesona, amiin.***
Kewirausahaan
Hal yang sangat patut direnungkan oleh umat Islam, dan ini menjadi kendala bagi
kemajuan umat adalah faktor leadership (kepemimpinan) dan kemampuan
manajemen. Dampaknya pun jelas, dengan dua titik lemah ini potensi yang banyak
tidak terbaca, tidak tergali secara maksimal, dan tidak bisa dikembangkan menjadi
sebuah sinergi yang memiliki dampak besar bagi kemajuan umat.
60
Kelemahan leadership dan manajerial ini ternyata dapat kita telusuri dengan
mengamati bagaimana pemahaman umat tentang sifat Rasulullah SAW. Diantara
titik-titik yang kurang tersentuh secara maksimal adalah bagaimana umat Islam
mempelajari masa muda Rasulullah SAW sebelum menjadi nabi.
Dari beberapa literatur yang didapat, betapa jiwa entrepreneurship Rasulullah di
bidang wirausaha begitu mendominasi, sehingga beliau berkembang menjadi
seorang pemimpin yang memiliki jiwa entrepreneur, dan keterampilan
manajemen yang baik untuk mengelola sebuah dakwah, sebuah sistem yang
bertata nilai kemuliaan Al Islam.
Pada waktu Rasulullah masih kecil, beliau sudah mempunyai sebuah proyek untuk
menjaga kehormatan harga dirinya agar tidak menjadi beban bagi kehidupan
ekonomi pamannya, Abu Thalib, yang memang tidak tergolong kaya. Beliau
mendapat upah dari menggembalakan beberapa ekor kambing miliki orang lain,
yang secara otomatis mengurangi biaya hidup yang harus ditanggung oleh
pamannya ini.
Pada usia 12 tahuan, sebuah usia yang relatif muda, beliau melakukan perjalanan
dagang ke Syiria bersama Abu Thalib. Beliau tumbuh dewasa di bawah asuhan
pamannya ini dan belajar mengenai bisnis perdagangan darinya. Bahkan ketika
menjelang dewasa dan menyadari bahwa pamannya bukanlah orang berada serta
memiliki keluarga besar yang harus diberi nafkah, Rasulullah mulai berdagang
sendiri di kota Mekkah.
Bisnisnya diawalai dengan sebuah perdagangan taraf kecil dan pribadi, yaitu
dengan membeli barang dari satu pasar dan menjualnya kepada orang lain.
Aktivitas bisnis lainnya dengan sejumlah orang di kota Mekkah pun dilakukan.
Dengan demikian ternyata Rasulullah telah melakukan aktivitas bisnis jauh
sebelum beliau bermitra dengan Khadijah. Dan inilah yang membuahkan
pengalaman yang tak ternilai harganya dalam mengembangkan jiwa
kewirausahaan pada diri Rasulullah.
Ciri yang sangat khas dari aktivitas bisnis yang dilakukan oleh Rasulullah waktu
itu adalah beliau sangat terkenal karena kejujurannya dan sangat amanah dalam
memegang janji. Sehingga tidak ada satupun orang yang berinteraksi dengan
beliau kecuali mndapat kepuasan yang luar biasa. Dan ini merupakan sebuah
nuansa dengan pesona tersendiri bagi warga Jazirah Arab. apalagi kemuliaan
akhlaknya seakan menebarkan pesona indah kepribadiannya.
Pun ketika beliau tidak memiliki uang untuk berbisnis sendiri, ternyata beliau
banyak menerima modal dari orang-orang kaya Mekkah yang tidak sanggup
menjalankan sendiri dana mereka, dan menyambut baik seseorang yang jujur
untuk menjalankan bisnis dengan uang yang mereka miliki berdasarkan
61
kerjasama. Tiada lain karena sejak kecil Rasulullah telah dikenal oleh penduduk
Mekkah sangat rajin dan penuh percaya diri. Dikenal pula oleh kejujuran dan
integritasnya dibidang apapun yang dilakukannya. Tak berlebihan bila penduduk
Mekkah memanggilnya dengan sebutan Shiddiq (jujur) dan Amin (terpercaya).
Salah seorang pemiliki modal itu adalah Khadijah, yang kelak menjadi istri beliau,
yang menawarkan suatu kemitraan berdasarkan sistem bagi hasil (profit sharing).
Dan, subhanallaah, kecakapan Rasulullah dalam berbisnis telah mendatangkan
keuntungan, dan tidak satupun jenis bisnis yang ditanganinya mendapat kerugian.
Selama bermita dengan Khadijah inilah Rasulullah telah melakukan perjalanan
dagang ke pusat bisnis di Habasyah (Ethiopia) dan Yaman. Beliau pun empat kali
memimpin ekspedisi perdagangan untuk Khadijah ke Syria dan Jorash.
Diantara hal yang terus menerus harus kita teladani dari Rasulullah dalam
interaksi bisnisnya adalah beliau sangat menjaga nilai-nilai harga diri, kehormatan,
dan kemuliannya dalam proses interaksi bisnisnya ini. Bisnis bagi Rasulullah SAW
tidak hanya sebatas perputaran uang dan barang, tapi ada yang lebih tinggi dari
semua itu, yaitu mejaga kehormatan diri. Sehingga keuntungan apapun dari setiap
transaksi yang beliau dapatkan, maka kemuliaannya justru semakin menjulang
tinggi. Semakin dihormati, semakin disegani dan ini menjadi aset tak ternilai
harganya yang mendatangkan kepercayaan dari para pemilik modal.
Dengan kata lain, modal terbesar dari seorang yang menjadi pengusaha sukses,
pemimpin sukses, atau ilmuwan sukses dalam disiplin ilmu apapun, ternyata jiwa
entrepreneur ini harus dikembangkan sejak awal. Pembangunan harga diri,
pembangunan etos kerja, pembangunan karir kehormatan sebagai seorang jujur
yang terbukti teruji dan sangat amanah terhadap janji-janji, jikalau hal ini
ditanamkan, dilatih sejak awal maka akan membuahkan kepribadian yang sangat
bermutu tinggi dan ini menjadi bekal kesuksesan bekerja dimanapun atau
kesuksesan mengemban amanah jenis apapun.
Dan yang paling perlu digaris bawahi, Rasulullah SAW mengadakan transaksi
bisnis sama sekali tidak untuk memupuk kekayaan pribadi, tetapi justru untuk
membangun kehormatan dan kemuliaan bisnisnya dengan etika yang tinggi dan
hasil yang didapat justru untuk didistribusikan ke sebanyak umat. Sehingga
kesuksesannya mampu membawa banyak dampak positif, yaitu kesuksesan dan
kesejahteraan bagi umat yang lainnya. Dan inilah yang menyebabkan kepribadian
junjungan kita, Rasullah SAW begitu monumenatal, baik dalam mencari nafkah
maupun dalam menafkahkan karunia rizki yang diperolehnya.
Semoga kita semua mampu merenungi kejujuran diri, amanah, dan kegigihan
dalam menjaga kehormatan harga diri kita selaku umat Islam.***
62
Kiat-kiat Membangun Kepercayaan
Sebelum Nabi Muhammad saw dikukuhkan menjadi seorang Rasul beliau sudah
sangat populer di tengah masyarakat kota Mekkah dengan gelar al-Amin yaitu
orang yang sangat terpercaya (amanah/kredibel). Gelar ini baik sebelum maupun
sesudahnya tidak pernah ada lagi.
Sungguh dahsyat pengaruh suatu kepercayaan dan luar biasa pentingnya untuk
kesuksesan karir kehidupan di dunia maupun di akhirat, jah melampaui modal
harta benda, kedudukan, jabatan, atau ilmu sekalipun. Ketika kepercayaan sudah
sirna di hati orang lain, sulit sekali ntuk tumbuh, walaupun dengan berjuta janji
atau membayar dengan harta sebanyak apapun, jikalau kepercayaan di hati orang
sudah hilang maka perasaan yang muncul selalu mencurigai dan rasa tidak percaya
diri akan selalu membayang dan membekas.
Berikut ini sekelumit uraian yang isya Allah akan menumbuhkan dan memperkuat
kepercayaan seseorang.
A. Kejujuran yang terbukti dan teruji
Kejujuran adalah perilaku kunci yang sangat efektif untuk membangun
kepercayaan (kredibilitas), begitu pula bila sebaliknya dapat menghancurkan
kehidupan seseorang.
Biasakanlah selalu jujur dimulai dari hal yang paling sederhana dan kecil
sekalipun, walaupun terhadap anak kecil, karena sesunggunya Allah menilai
perilaku kita, yakinlah tak akan pernah untung sama sekali dengan ketidakjujuran
selain kerugian yang mendera dan menghancurkan, sudah terlalu banyak bukti di
sekitar kita untuk dijadikan pelajaran.
1. Jangan sekali-kali berbohong atau terpancing untuk menambah omongan
sehinga menjadi dusta walau dalam gurauan sekalipun.
2. Jangan pernah mudah membuat janji, pastikan setiap janji yang diucapkan sudah
diperhitungkan matang-matang, dan berusaha keraslah untuk memenuhi janji.
3. Tepat waktulah dalam segala hal, jangan terlambat atau gemar menunda-nunda
atau mengakhirkan.
4. Biasakanlah memiliki data dan fakta yang jelas, dan bersikaplah terbuka.
5. Milikilah kemampuan dan kesungguhan mengevaluasi diri, dan segera perbaiki
diri begitu ditemukan kesalahan serta bertanggungjawablah dengan sungguhsungguh
dan tulus.
6. Jangan pernah patah semangat bila didapati masa lalu kita pernah atau banyak
keidakjujuran.
63
B. Cakap
Komponen kedua yang tak kalah pentingnya adalah kehandalan dan kecakapan
kita dalam melaksanakan tugas. Walaupun sangat dikenal dan teruji kejujurannya
tapi kalau dalam melaksanakan tugas sering berbuat lalai dan kesalahan maka hal
ini pun akan merontokkan kredibilitas.
1. Kunci utamanya adalah secara sadar kita harus selalu belajar, melatih diri,
mengembangkan kemampuan, wawasan serta keterampilan kita secara sistematis
dan berkesinambungan, sehingga selalu memiliki kesiapan yang memadai untuk
melaksanakan tugas.
2. Awalilah selalu dengan membuat perencanaan yang baikdan persiapan yang
matang, gagal dalam merencanakan sama dengan merenacnakan kegagalan.
3. Jangan lupa selalu check and recheck, tak boleh kita melakukan sesuatu tanpa
cek ulang, sangat banyak peluang kesalahan atau kegagalan yang terselamatkan
dengan sikap yang selalu mengadakan pengecekan ulang.
4. Laksanakan segala sesuatu dengan kesungguhan, sikap yang hati-hati dan
cermat, jangan anggap remeh kelalaian dan kecerobohan karena semua itu biang
kesalahan dan kegagalan.
5. Selalu sempatkan untuk evaluasi dari setiap tahapan apapun yang kita lakukan,
percayalah merenung sejenak untuk mengevaluasi membuat karya kita akan
semakin bermutu.
6. Nikmatilah dengan menyempurnakan apa yang bisa dilakukan, jangan pernah
puas dengan setengah-setengah, jangan pula puas dengan 90%, kalau kita bisa
menyempurnakannya, mengapa tidak?
C. Inovatif
Segala sesuatu yang ada selalu berubah, di dunia ini tidak ada sesuatu apapun yang
tidak berubah, satu-satunya yang tetap adalah perubahan itu sendiri, oleh karena
itu siapa pun yang tidak menyiapkan diri untuk menghadapi perubahan maka dia
akan tergilas kalah oleh perubahan tersebut.
Maka jelaslah sudah yang dimaksud dengan sabda Rasulullah bahwa orang yang
hari ini sama dengan hari kemarin adalah orang yang merugi karena berarti tak
ada kemajuan dan tetinggal oleh perubahan, orang yang hari ini lebih buruk dari
hari kemarin dianggap orang yang celaka, karena berarti akan tertinggal jauh dab
sulit mengejar, satu-satunya pilihan bagi orang yang beruntung adalah hari ini
harus lebih baik dari hari kemarin, berarti harus ada penambahan sesuatu yang
bermanfaat, inilah sikap perubahan yang diharapkan selalu terjadi pada seorang
muslim, sehingga tidak akan pernah tertinggal, dia selalu antisipatif terhadap
perubahan, dan selalu siap menyikapi perubahan.
64
Berikut ini beberapa anjuran agar kita dapat selalu mengembangkan kemanpuan
kreatif kita:
1. Banyak membaca dan menulis.
2. Banyak berdiskusi dan bertanya.
3. Banyak melihat (mengadakan studi banding).
4. Banyak merenung (tafakur).
5. Banyak berbuat dan mencoba.
6. Banyak beribadah dan berdo'a.
Mudah-mudahan kegighan diri kita, menjaga agar karir hidup ini menjadi orang
bersih, terbuka, ujur terpercaya yang dilakukan dengan tulus karena Allah semata.
Selamat berjuang saudaraku sekalian, cukuplah Allah sebagai satu-satunya tujuan,
pelindung, tumpuan harapan dan satu-satunya penolong kita semua.
Wallahu a'lam bishshawab.
84
awn advertising
berusaha untuk menjadi lebih baik, baik dan baik
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Entri Populer
-
Mindse t Sukses dengan Manajem en Qolbu Butir-butir Tausiah Aa Gym Dikumpulkan oleh M. Zainal Abidin Mustofa Manajemen Qolbu Apa itu MQ? Seb...
-
Seorang muslimah sejati bukan dilihat dari kecantikan dan keayuan wajahnya semata-mata. Wajahnya hanyalah satu peranan yang amat kecil, teta...
-
trik menyelesaikan soal-soal test CPNS yang mungkin bisa diterapkan saat berhadapan dengan tipe soal ujian CPNS ataupun soal tes ujian masuk...
-
ni daptar antivirusna, dia sebenarna adalah virus yang pura2 jadi antivirus, tapi sayang cara licikna ketahuan semakin banyak aja cara virus...
-
Apakah Anda pernah terpikir, kenapa Allah dalam firman-Nya hanya mewajibkan muslimah tuk berjilbab (menutup auratnya)? Ternyata secara ilmia...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar